Kamis, 04 April 2019

PEMBAGIAN BAHASA HUKUM

TUGAS
TERMINOLOGI HUKUM
“PEMBAGIAN BAHASA HUKUM”

Disusun oleh:
DINDA RAHMI AGUSTIN
Dosen Pengampu:
Dra. ERMIDA YUSTRI , M.HI

FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS PAHLAWAN TUANKU TAMBUSAI
BANGKINANG
2018

KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat tuhan yang maha kuasa atas berkat rahmatnya sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan makalah tentang “ Pembagian Bahasa Hukum”. Serta tidak luput ucapan terima kasih kepada ibu Dra.Ermida Yustri,M.HI selaku dosen pengampu dan pengajar dalam mata kuliah ini yang telah memberi bimbingan dalam penulisan makalah ini.
Makalah ini telah penulis susun dengan maksimal dan mendapatkan bantuan dari berbagai pihak sehingga dapat mempelancar pembuatan makalah ini. Untuk itu penulis menyampaikan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah berkontribusi dalam pembuatan makalah ini.
Terlepas dari semua itu, penulis menyadari sepenuhnya bahwa masih ada kekurangan baik dari segi susunan kalimat maupun tata bahasa. Oleh karna itu dengan tangan terbuka penulis menerima segala saran dan kritik dari pembaca agar penulis dapat memperbaiki makalah ini.
Semoga makalah ini dapat dipergunakan sebagai salah satu acuan,petunjuk maupun pedoman bagi pembaca dalam mempelajari mata kuliah terminologi hukum.

Bangkinang kota,30 maret 2018

DINDA RAHMI AGUSTIN
NIM:

DAFTAR ISI
Kata Pengantar.......................................................................................... 1
Daftar Isi............................................................................................ .........2
BAB 1 PENDAHULUAN............................................................................... 3
1.1Latar Belakang........................................................................................... 3
1.2Rumusan Masalah.....................................................................................   3
1.3Tujuan penyusunan makalah.........................................................................3
BAB II PEMBAHASAN.................................................................. ............ 4
2.1 Bahasa Hukum........................................................................................4
2.2 Pembagian Bahasa Hukum..........................................................................5
BAB III PENUTUP........................................................................................7
3.1 Kesimpulan............................................................................................7
Daftar Pustaka..............................................................................................8

BAB I
PENDAHULUAN
1.1Latar Belakang
     Bahasa merupakan alat komunikasi bagi manusia untuk mengungkapkan perasaan,menyampaikan buah pikiran kepada sesama manusia.bahasa terbagi 3:
1.lisan
2.tulisn
3.pertanda atau lambang

     Bahasa indonesia hukum yang berfungsi sbg alat atau sarana untuk menyampaikan informasi.bahasa hukum adalah bahasa aturan dan peraturan yang bertujuan untuk mewujudkan ketertiban dan keadilan untuk mempertahankan kepentingan pribadi dalam masyarakat.menurut purnadi purwacakra dengan soerjono soekanto dalam buku ( bahder johan nasution) judu buku bahasa hukum th 2001 hal 37 menyebutkan ada 9 macam arti hukum yg diberikan masyarakat.disamping itu semua  bahasa hukum itu memiliki sifat” yg khusus yg bagi org awam tdk mudah dipahami. Kekhususan itu ada kalanya menyimpang dari ketentuan” yg umum dalam bahasa indonesia, kekhususannya nampak pada kata” atau istilah” hukumnya,kemudian arti dan tafsirnya yg dpt dilihat dari berbagai segi pandangan hukum. Mengartikan dan menafsirkan istilah” dan susunan kalimat dalam bentuk kaidah” atau dalam bentuk kaidah” atau dalam bentuk analisa hukum,dasar dan kedudukan hukumnya dari apa yg dikemukakan itu merupakan seni hukum tersendiri.

1.2Rumusan masalah
1.Apa itu bahasa hukum?
2.Bagaimana pembagian bahasa hukum?

1.3Tujuan penyusunan makalah
           Tujuan hukum dalam berbagai aspek  sangatlah banyak,dan sifat hukum itu sendiri juga bersifat universal seperti ketertiban,ketentraman,kedamain. selain itu hukum juga bertujuan untuk  menjaga dan mencegah agar setiap orang tidak dapat menjadi hakim atas dirinya sendiri.dan dengan adanya hukum, maka setiap terjadi kasus hukum dapat diselesaikan melalui proses pengadilan  dengan perantara hakim. dan dengan berkiblat pada ketentuan yg berlaku.

BAB II
PEMBAHASAN
2.1Bahasa Hukum
     Bahasa hukum adalah rangkain kata-kata,bunyi, dan lambang/simbol untuk menyatakan atau melukiskan sesuatu kehendak,perasaan,pikiran,pengalaman yg ada didalam atau yang terkait dengan hukum terutama dengan hubungannya dengan manusia lain.
       Adapun ciri-ciri dari bahasa hukum menurut M.Mulyono adalah  sebagai berikut:
-Lugas
-Objektif
-Memberikan defenisi yang clear dan cermat
-Menghindari penggunaan istilah yang multi tafsir
-Tidak dogmatis
-Istilah yang digunakan cenderung baku
-Hemat dalam penggunaa kata dan kalimat

         Karakteristik bahasa hukum indonesia terletak pada istilah”, komposisi serta gaya bahasanya yg khusus. Bahasa hukum yg kita pergunakan sekarang masih bergaya orde lama, masih banyak yg kurang sempurna smantik kata,bentuk dan komposisi kalimatnya,masih terdapat istilah-istilah yg tidak tetap dan kurang jelas.hal mana dikarnakan para sarjana hukum dimasa yg lalu, tidak pernah mendapatkan pelajaran bahasa hukum yg khusus dan tidak pula memperhatikan dan mempelajari syarat-syarat dan kaidah-kaidah indonesia.

          Disamping itu harus diperhatikan dan diingat bahwa bahasa hukum itu memiliki sifat-sifat yg khusus yg bagi org awam tidak mudah dipahami..kekhususan itu ada kalanya menyimpang dari ketentuan-ketentuan yg umum dalam bahasa indonesia,seperti kalimat” badu memukul tatang” .didalam  kalimat ilmu hukum “tatang tidak mungkin menjadi objek,tetapi ia adalah subjek(hukum) oleh karna ia adalah manusia.didalam ilmu hukum hanya benda atau yg bukan subjek hukum yg menjadi objek hukum.
          
        Kekhususan lain dari bahasa hukum nampak pada kata-kata atau istilah-istilah hukumnya, kemudian  arti dan tafsirnya yg dapat dilihat dari berbagai segi pandangan hukum.mengartikan  dan meanfsirkan istilah-istilah dan susunan kalimat dalam bentuk analisa hukum,dsar dan kedudukan hukumnya dari apa yg dikemukakan itu merupakan seni hukum tersendiri.

2.2Pembagian Bahasa Hukum
Bahasa hukum adalah bahasa aturan dan perturan yang bertujuan untuk mewujudkan ketertiban dan keadilan,untuk mempertahankan kepentingan umum dan kepentingan pribadi dalam masyarakat.bahasa hukum sebagai bagian dari bahasa indonesia modern maka penggunaannya harus tetap.
       Mono smantik atau kesatuan makna harus memenuhi syarat” SP3 bahasa indonesia yaitu:
       1.sintaktik: ilmu tentang makna kata.
       2.smantik: seluk beluk
       3. prahmatik.
Kegiatan berfikir secara hukum dengan menggunakan bahasa hukum merupakan upaya untuk menemukan pengertian esensial dari hukum itu sendiri. Menurut purnadi purwacakra dalam buku ( BAHDER JOHAN NASUTION) judul buku bahsa hukum th 2001 hal 37 menyebutkan ada beberapa macam arti hukum yang diberikan oleh masyarakat yaitu:

a.hukum sbg suatu disiplin: merupakan suatu sistem tentang ajaran kenyataan atau gejala” yg dihadapi
b.hukum sbg kaidah: adalah sbg pola atau pedoman atau petunjuk yg harus ditaati.
c.hukum sbg tata hukum: melihat bagaimana struktur dan proses prangkat kaidah” hukum yg berlaku pada suatu waktu dan tempat tertentu dalam bentuk tertulis.
       Dari paparan tersebut telah dilihat jelas bahwa hukum memiliki kaitan erat dengan cara” berfikir hukum.
      Oleh sebab itu bahasa hukum dapat dibagi 3 kelompok yaitu:

1.Bahasa hukum yang bersumber pada aturan” yang dibuat  oleh negara artinya lebih bersifat pengaturan hak dan kewajiban.
Ex: aturan tentang hukum pentensir( membicarakan tentang hukumannya ) UU no23 th 2002 tentag perlindungan anak
UU no.3 th 1997 tentang peradilan anak. Yaitu anak yg berusia 8-18 th atau yg belum menikah maka pertanggung jawabannya pidana.
2.Bahasa hukum yang bersumber pada aturan” hukum yg berlaku dimasyarakat.bahasa hukum seperti ini ditemui pada hukum adat dan tidak bertentangan dengan hukum negara.
Ex: perkawinan,warisan
3. Bahasa hukum yang bersumber dari para ahli hukum,kelompok-kelompok yg berprofesi hukum.
Ex: yurisprudensi,asas legalitas,exepsi.
Does lag ( pembunuhan biasa) pasal 338-350 KUHP pembunuhan dengan sengaja ancaman hukuman 15 tahun penjara.
Culva: pasal 359-360 ancaman hukuman 5 tahun.

BAB III
PENUTUP
3.1Kesimpulan
        Bahasa indonesia hukum yang berfungsi sbg alat atau sarana untuk menyampaikan informasi.bahasa hukum adalah bahasa aturan dan peraturan yang bertujuan untuk mewujudkan ketertiban dan keadilan untuk mempertahankan kepentingan pribadi dalam masyarakat. Kegiatan berfikir secara hukum dengan menggunakan bahasa hukum merupakan upaya untuk menemukan pengertian esensial dari hukum itu sendiri.
       
Selain itu terdapat pula pembagian bahasa hukum antara lain sbb:
1.Bahwa hukum yang bersumber pada aturan” yang dibuat  oleh negara artinya lebih        bersifat pengaturan hak dan kewajiban.
Ex: aturan tentang hukum pentensir( membicarakan tentang hukumannya ) UU no23 th 2002 tentag perlindungan anak
UU no.3 th 1997 tentang peradilan anak. Yaitu anak yg berusia 8-18 th atau yg belum menikah maka pertanggung jawabannya pidana.
2.Bahasa hukum yang bersumber pada aturan” hukum yg berlaku dimasyarakat.bahasa hukum seperti ini ditemui pada hukum adat dan tidak bertentangan dengan hukum negara.
Ex: perkawinan,warisan
3.  Bahasa hukum yang bersumber dari para ahli hukum,kelompok-kelompok yg berprofesi hukum.
Ex: yurisprudensi,asa legalitas,exepsi.
Does lag ( pembunuhan biasa) pasal 338-350 KUHP pembunuhan dengan sengaja ancaman hukuman 15 tahun penjara.
Culva: pasal 359-360 ancaman hukuman 5 tahun.

DAFTAR PUSTAKA
Adiwidjaya, Soelaeman B. dan Lilis Hartini. 1999. Bahasa Indonesia Hukum.bandung:Pustaka.
http://www.legalitas.org/?q=node/67.
Murnia. 2007. Bahasa Hukum Rumit dan membingungkan. Wawasan, 30 November.

HUBUNGAN MANAJEMEN PUBLIK DENGAN POLITIK

BAB I
PENDAHULUAN
1.1.   Latar Belakang
Manajemen publik yaitu manajemen instansi pemerintah. Manajemen publik merupakan suatu spesialisasi baru, tetapi berakar dari pendekatan normative.   warna manajemen publik dapat dilihat pada masing-masing paradigma, misalnya dalam paradigma pertama yaitu pemerintah diajak mengembangkan sistem rekrutmen, ujian pegawai, klasifikasi jabatan, promos, disiplin dan pensiun secara lebih baik. Paradigma kedua dikembangkan prinsip-prinsip manajemen yang diklaim sebagai prinsip-prinsip universal yang dikenal sebagai posdcorb (planing, organizing, staffing, directing, coordinating, reporting, dan budgeting), yang merupakan karya besar luther gullick dan lundall urwick di tahun 1937.
Didalam manajamen public di Indonesia, tidak dapat di pungkiri bahwasanya setiap keputusan-keputusan didalam pemerintahan selalu berdasarkan politik. Semua itu menjadi tanda Tanya bagi kita semua apa sebenarnya hubungan manajemen public/kebijakan public dengan politik. Untuk itu penulis akan mencoba mengkajinya di pembahasan berikutnya.

1.2. Rumusan Masalah
1.2.1.Apa itu manajemen public?
1.2.2.Apa dasar hukum manajemen public di Indonesia?
1.2.3.Apa pengertian dari politik?
1.2.4.Bagaimana hubungan manajemen public dengan politik?

1.3. Tujuan
1.3.1.Bertujuan sebagai media pembelajaran dan diskusi dalam mata kuliah Manajemen Public di Fakultas Hukum Universitas Pahlawan Tuanku Tambusai.
1.3.2.Mengetahui apa itu manajemen public.
1.3.3.Memberi wawasan tentang apa landasan atau dasar manajemen public di Indonesia.
1.3.4.Mengetahui tentang pengertian dari politik.
1.3.5.Memberi pengetahuan tentang bagaimana hubungan manajemen public dengan politik.

BAB II
PEMBAHASAN
2.1. Manajemen Publik & Politik
Manajemen Publik.
Manajemen publik merupakan penelitian interdisipliner aspek generik organisasi. Merupakan perpaduan dari perencanaan, pengorganisasian, dan pengendalian fungsi manajemen dengan manajemen sumber daya manusia, keuangan, informasi fisik, dan sumber daya politik.  Dapat disimpulkan bahwa manajemen publik merupakan sebuah kinerja kompleks dari aktornya yaitu pemerintah dan seluruh pegawainya untuk melayani publik dengan sebaik-baiknya dan publik merasa terpenuhi semua keinginannya dengan bagusnya kinerja atau pengaturan dari dalam organisasi publik itu sendiri.
Sedangkan didalam UU pelayanan public yaitu kegiatan atau rangkaian kegiatan dalam rangka pemenuhan kebutuhan pelayanan sesuai dengan peraturan perundangundangan bagi setiap warga negara dan penduduk atas barang, jasa, dan/atau pelayanan administratif yang disediakan oleh penyelenggara pelayanan publik.
Dasar hukumnya, yaitu:
1.Uu Nomor 25 Tahun 2009 Tentang Pelayanan Publik.
2.Inpres Nomor 1 Tahun 1995 Tentang Perbaikan Dan Peningkatan Mutu Pelayanan Aparatur Pemerintah Kepada Masyarakat.
3.Keputusan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor 18 Tahun 1993 Tentang Pedoman Tatalaksana Pelayanan Umum.
Politik.
Politik  adalah proses pembentukan dan pembagian kekuasaan dalam masyarakat yang antara lain berwujud proses pembuatan keputusan, khususnya dalam negara. 
Politik adalah seni dan ilmu untuk meraih kekuasaan secara konstitusional maupun nonkonstitusional. Di samping itu politik juga dapat ditilik dari sudut pandang berbeda, yaitu antara lain:
1.Politik adalah usaha yang ditempuh warga negara untuk mewujudkan kebaikan bersama (teori klasik Aristoteles).
2.Politik adalah hal yang berkaitan dengan penyelenggaraan pemerintahan dan Negara.
3.Politik merupakan kegiatan yang diarahkan untuk mendapatkan dan mempertahankan kekuasaan di masyarakat.
4.Politik adalah segala sesuatu tentang proses perumusan dan pelaksanaan kebijakan publik.

2.3. Hubungan Politik Dengan Manajemen Public
Pada dasarnya, politik itu sesuatu hal tentang proses perumusan sampai pelaksanaan kebijakan public di pemerintahan, karena manajemen public sangat erat kaitannya terhadap pelayanan public. Sebab, ending dari manajemen public yang dilakukan oleh pemerintah/birokrasi adalah pelayanan public.
Dapat di lihat bahwa penetapan kebijakan adalah fungsi politik yang dijalankan pemerintah, dan pelaksanaannya adalah  fungsi administrasi yang dijalankan oleh pemerintah. Ilmu politik dan ilmu manajemen publik memiliki kaitan yang erat karena memiliki kesamaan pokok pembahasan yaitu masalah kenegaraan. Dengan kata lain, objek materinya sama-sama negara, namun keduanya berbeda dalam objek formal. Ilmu politik menitik beratkan pada kekuasaan, sedangkan manajemen publik menitik beratkan pada pelayanan.
Manajemen public memiliki pendekatan politik dihubungkan dengan perhatian legislatif pada pembuatan kebijakan. Dalam hal ini, menekankan “publicness” administrasi publik, telah menekankan aspek politik dan pembuatan kebijakannya. Menurut pandangan Rosenbloom, bahwasanya pendekatan Politik pada administrasi publik itu menekankan pada aspek keterwakilan, responsifitas, dan akuntabiltas pejabat publik terhadap permasalahan Publik. Dengan kata lain administrator publik memiliki kewajiban untuk menjadi representasi dan bertindak secara akuntabel sesuai dengan kehendak publik.
Menurut pandangan Rosenbloom, bahwasanya pendekatan Politik pada administrasi publik itu menekankan pada aspek keterwakilan, responsifitas, dan akuntabiltas pejabat publik terhadap permasalahan Publik. Dengan kata lain administrator publik memiliki kewajiban untuk menjadi representasi dan bertindak secara akuntabel sesuai dengan kehendak publik.
Faktor-Faktor Politik Dalam Kinerja Birokrasi.
Sehubungan dengan dimensi pengaruh politik suatu negara terhadap jalannya administrasi publik yang dijalankan birokrasi-birokrasi negara, membaginya ke dalam dua dimensi,  yaitu:
a.Dimensi pertama, internal-eksternal, khususnya internal, menjelaskan tentang kegiatan-kegiatan politik di dalam suatu birokrasi yang berupaya mencari sejumlah masukan dari kelompok kepentingan, partisan, eksekutif politik, dan sejumlah besar sumber-sumber lain guna membuat suatu kebijakan. Pada sisi eksternal, adalah kegiatan-kegiatan politik birokrasi yang berupaya mencapai pemeliharan dan perkembangan organisasi.
b.Dimensi kedua, formal-informal, bicara mengenai sifat resmi dari suatu politik administrasi. Pada administrator publik berinteraksi baik dengan pejabat-pejabat resmi pemerintahan (DPR, EKSEKUTIF, PERWAKILAN-PERWAKILAN DAERAH). Selain itu, para administrator publik juga bersentuhan dengan para aktor politik yang tidak resmi seperti tokoh-tokoh masyarakat, para pengacara, kelompok penekan, dan sejenisnya. Sifat formal ataupun informal pun sulit dibedakan sebab terkadang terdapat lobi-lobi tidak resmi antara birokrat publik dengan para anggota DPR, misalnya, dalam menjalankan suatu proyek pembangunan.
Kedua dimensi politik tersebut sulit untuk dilepaskan dari aktivitas keseharian birokrasi-birokrasi negara termasuk para birokratnya. Kondisi steril atas pengaruh kedua dimensi politik tersebut sulit untuk diciptakan. Pengaruh kedua dimensi tersebut pula kemungkinan besar yang membuat roda birokrasi negara tersendat atapun maju dalam mencapai target-target pekerjaannya.
Penetapan kebijaksanaan adalah fungsi politik yang dijalan kan pemerintah. Atau sebagaimana yang dikatakan oleh F.J Goodnow dalam buku nya politics and administration, bahwa fungsi pokok pemerintah yang amat berbeda satu sama lain yaitu politik dan administrasi. Politik melakukan kebijaksanaan atau melahirkan keinginan Negara (the formulation of the will of the stated) , sementara administrasi diartikan sebagai hal yang harus berhubungan dengan penyelenggaraan kebijakan kehendak Negara (the execution of the will of the stated).
Reposisi birokrasi publik merupakan satu keniscayaan politik. Sistem politik lokal dibangun atas dasar keterkaitan dan ketergantungan antar lembaga di ranah government dan non- government. Konsekuensinya, sistem politik di tingkat lokal harus memberikan peluang seluas-luasnya kepada aktor non- state untuk terlibat dalam proses pengambilan keputusan politik. Harus ada mekanisme politik di tingkat lokal yang jelas, absah, dan mengakui kehadiran aktor politik non-state. Agar tidak terjebak dalam permainan politik elitis, setiap proses politik harus bersifat terbuka untuk umum sehingga transparansi proses pengambilan keputusan politik bisa tercapai. Masalah-masalah publik, seperti kemiskinan, pengangguran, dan ketimpangan, harus dijadikan prioritas kebijakan politik di tingkat lokal dan dituangkan melalui keputusan politik tersendiri yang berbeda dengan prioritas kebijakan sekunder. Dalam banyak kasus, isu kebijakan yang menyentuh kepentingan rakyat banyak seringkali terabaikan akibat rancangan prioritas kebijakan elit politik yang lebih menyukai program-program pembangunan yang memungkinkan mereka menumpuk keuntungan ekonomi dari program-program pembangunan.
Politik dan administrasi adalah dua rangkai mechanism yang seharusnya saling mendamaikan. Administrasi Negara ada untuk mentertibkan proses politik, sedangkan hasil proses politik sudah seharusnya mendewasakan aparatur birokrasi di negeri ini. Terdapat garis demarkasi yang jelasantar keduanya, agar relasi pengaruh keduanya adalah positif bukan malah bersifatkorosif. Jadi, Politik merupakan dimensi penting dalam administrasi Negara.

BAB III
PENUTUP
3.1. Kesimpulan
Public Management dapat diartikan sebagai bagian yang sangat penting dari administrasi publik (yang merupakan bidang kajian yang lebih luas), karena administrasi publik tidak membatasi dirinya hanya pada pelaksanaan manajemen pemerintahan saja tetapi juga mencakup aspek polotik, sosial, kultural, dan hukum yang berpengaruh pada lembaga-lembaga publik. Pada dasarnya, politik itu sesuatu hal tentang proses perumusan sampai pelaksanaan kebijakan public di pemerintahan, karena manajemen public sangat erat kaitannya terhadap pelayanan public. Sebab, ending dari manajemen public yang dilakukan oleh pemerintah/birokrasi adalah pelayanan public.
Manajemen public memiliki pendekatan politik dihubungkan dengan perhatian legislatif pada pembuatan kebijakan. Dalam hal ini, menekankan “publicness” administrasi publik, telah menekankan aspek politik dan pembuatan kebijakannya.

3.2.Saran
Saran penulis adalah didalam setiap pengambilan kebijakan public walaupun dipengaruhi dengan unsur politik dibelakangnya, harus tetap mementingkan kemaslahatan warga Negara, jangan sampai mementingkan individual untuk mencapai suatu tujuan yang tidak etis di birokrasi maupun lembaga-lembaga Negara yang lainnya. Karena akan menimbulkan mosi tidak percaya oleh masyarakat terhadap pemerintah.

DAFTAR PUSTAKA
UU No. 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik.
Kamus Besar Bahasa Indonesia
Pasolong, Harbani. 2007. Teori Administrasi Publik. Bandung: Alfabeta
Thoha, Miftah. 2003. Birokrasi dan Politik di Indonesia. Raja Grafindo Persada. Jakarta
Woodrow Wilson. 1887. The Study of Administration
Islamy, Irfan. 2003. Dasar-dasar Administrasi Publik dan Manajemen Publik . Malang, Indonesia : UNIVERSITAS BRAWIJAYA

JURNAL:
Alamsyah. POLITIK DAN BIROKRASI:16 Reposisi Peran Birokrasi Publik dalam Proses Politik Lokal. Tahun 2, Nomor 1, April 2003, ISSN 1412-7040
Dedy Hermawan. NEW PUBLIC MANAGEMENT DAN POLITIK BIROKRASI DALAM REFORMASI BIROKRASI INDONESIA. Vol.4, No.2, Juli-Desember 2013

ANAK DILUAR NIKAH DALAM PERSPEKTIF ISLAM DAN HUKUM POSITIF

BAB I
PENDAHULUAN
1.1. LATAR BELAKANG
Keluarga ada didasari perkawinan yang sah dimata hukum dan islam, perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dan seorang wanita sebagai suami isteri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.  Atau perkawinan dapat juga diartikan sebagai pernikahan, yaitu akad yang sangat kuat atau missaqan ghalidzan untuk mentaati perintah Allah, dan melaksanakannya menurut ibadah.
Dari pengertian tersebut dapat dipetik bahwa intensi dari perkawinan adalah keluarga atau membentuk keluarga, inti dari keluarga adalah suami, isteri, dan anak. Anak adalah hal yang terpenting didalam keluarga, anak adalah penyambung keturunan, sebagian lain menganggap anak adalah investasi masa depan dari keluarga.
Seorang anak dapat dikatakan sah jika memiliki hubungan langsung atau hubungan nasab dengan ayahnya jika terlahir dari perkawinan yang sah, dan ada pula anak yang hanya memiliki nasab dengan ibunya saja yang biasa di katakana sebagai anak zina atau anak di luar nikah/perkawinan.
Berdasarkan hal diatas, maka penulis mengkaji secara abstrak terhadap maksud anak diluar nikah/perkawinan atau anak zina didalam makalah ini yang kemudian penulis beri judul: ”ANAK DILUAR NIKAH DALAM PERSPEKTIF ISLAM DAN HUKUM POSITIF”.

1.2. RUMUSAN MASALAH
1.2.1.Apa maksud dari anak diluar nikah?
1.2.2.Bagaimana kedudukan anak diluar nikah?

1.3. TUJUAN
Tujuan yang ingin dicapai oleh pemakalah adalah agar para pendengar dan pembaca wabil khusus pemakalah dapat memahami dari rumusan-rumusan masalah yang akan dikembangkan dalam makalah ini.

BAB II
PEMBAHASAN
2.1. PENGERTIAN ANAK DI LUAR NIKAH
Anak di luar nikah adalah anak yang lahir dari hasil berhubungan yang dilarang atau diluar dari ikatan perkawinan yang tidak memenuhi syarat perkawinan menurut UU Nomor 1 Tahun 1974 pasal 6. Didalam islam disebut sebagai anak zina (walad al-zina) dan didalam perdata disebut anak alam (orwettige onechte natuurlijke kindereri). Anak zina adalah anak yang dilahirkan dari hubungan antara laki-laki dan perempuan tanpa adanya ikatan perkawinan yang sah  secara materil dan formil, sedangkan anak alam yaitu anak yang lahir dari hubungan laki-laki dan perempuan yang tidak diakui dan tidak disahkan.
Didalam putusan Mahkamah Konstitusi 46/PUU-VIII/2010 diistilahkan dengan “anak yang dilahirkan di luar pernikahan” yang sangat berbeda dengan frasa “tanpa perkawinan”.
Perbedaan anak zina dengan anak luar kawin menurut Hukum Perdata adalah :
1.Apabila orang tua anak tersebut salah satu atau keduanya masih terikat dengan perkawinan lain, kemudian mereka melakukan hubungan intim dan menghasilkan anak, maka anak tersebut adalah anak zina.
2.Apabila orang tua anak tersebut tidak terikat perkawinan lain (jejaka, perawan, duda, janda) mereka melakukan hubungan intim dan menghasilkan anak, maka anak tersebut adalah anak luar kawin.
Menurut UU No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, anak luar nikah adalah anak yang dilahirkan dari akibat pergaulan/hubungan seks antara pria dan wanita yang tidak dalam perkawinan yang sah antara mereka dan dari perbuatan ini dilarang oleh pemerintah maupun agama. Sedangkan pengertian lainnya yaitu anak yang lahir diluar perkawinan hanya mewarisi dari ibunya saja sedangkan terputus hubungan waris dengan ayah biologisnya.

2.2. KEDUDUKAN ANAK DI LUAR NIKAH
2.2.1.Menurut Fiqih
Imam Syafi’I dan Imam Malik berpendapat jika seorang laki-laki mengawini seorang perempuan yang pernah dikumpuli atau sudah, dalam waktu 6 bulan kemudian wanita tersebut melahirkan anak setelah 6 bulan dari perkawinannya bukan dari masa berkumpulnya, maka anak yang lahir itu tidak dapat dinasabkan kepada laki-laki yang menyebabkan mengandung. Adapun Imam Hanafi berpendapat bahwa wanita yang melahirkan itu tetap dianggap berada dalam ranjang suaminya. Karena itu, anak yang dilahirkan dapat dipertalikan nasabnya kepada ayah pezinanya sebagai anak sah.
Dalam produk fiqh klasik, jumhur ulama sepakat bahwa anak luar nikah tidak mendapat hak waris dari ayahnya dan sebaliknya, sebagimana disebutkan oleh Imam Syafi’i yang dikutip oleh Wahbah Zuhaily bahwa status anak zina disamakan dengan anak mula’anah dengan ketentuan bahwa anak tersebut terputus hubungan saling mewarisi dengan ayah dan keluarga ayahnya, karena tidak adanya status nasab yang sah diantara mereka.

2.2.2.Menurut Kompilasi Hukum Islam
Akibat hukum anak luar nikah menurut KHI adalah anak tersebut tidak mendapatkan hak memperoleh hubungan nasab, nafkah, hak-hak waris (pewarisan), hadhanah (pemeliharaan/pengasuhan anak) dan perwalian dari ayah yang membenihkannya, melainkan kepada ibunya. Kedudukan anak zina dalam Islam kembali ditegaskan dalam fatwa Majelis Ulama Indonesia pada tanggal 10 Maret 2012, yang menyatakan :
1.Anak hasil zina tidak mempunyai hubungan nasab, nikah, waris dan nafkah dengan lelaki yang menyebabkan kelahirannya.
2.Anak hasil zina hanya mempunyai hubungan nasab, waris dan nafkah dengan ibunya dan keluarga ibunya.
Kompilasi Hukum Islam, pasal 186 menyatakan anak yang lahir diluar perkawinan hanya mempunyai hubungan saling mewaris dengan ibunya dan keluarga ibunya. Dalam hal ini, sesuai dengan ketentuan dalam buku II Kompilasi Hukum Islam, tepatnya pada Pasal 171 huruf c dinyatakan bahwa: Ahli waris adalah orang yang pada saat meninggal dunia mempunyai hubungan darah atau hubungan perkawinan dengan pewaris, beragama Islam dan tidak terhalang karena hukum untuk menjadi ahli waris.

2.2.3.Menurut Putusan Mahkamah Konstitusi
Putusan Mahkamah Konstitusi menyebutkan bahwa Undang-Undang Republik Indonesia Tahun 1974 tentang Perkawinan, pasal 43 ayat 1 ini harus dibaca, “Anak yang dilahirkan di luar perkawinan mempunyai hubungan perdata dengan ibunya dan keluarga ibunya serta dengan laki-laki sebagai ayahnya yang dapat dibuktikan berdasarkan ilmu pengetahuan dan teknologi dan/atau alat bukti lain menurut hukum mempunyai hubungan darah, termasuk hubungan perdata dengan keluarga ayahnya.”
Pengakuan seorang anak luar kawin dapat dilakukan pada :
1.Akta kelahiran sang anak yang akan diakui;
2.Akta autentik yang khusus dibuat untuk itu dihadapan dan oleh notaris;
3.Akta autentik yang dibuat oleh pejabat catatan sipil dan dibukukan dalam daftar catatan sipil sesuai dengan tanggal kelahiran anak.
Pengakuan anak luar kawin merupakan pengakuan seseorang baik bapak atau ibu dari anak luar kawin dimana pengakuan anak luar kawin ini harus memenuhi syarat-syarat dan cara-cara yang ditentukan oleh undang-undang. Akibat dari pengakuan anak luar kawin ini terhadap orang tuanya adalah terjadi hubungan perdata antara anak dengan bapak atau yang mengakuinya. Hal ini termuat dalam KUHPerdata, pasal 280.

BAB III
PENUTUP
3.1. KESIMPULAN
Perkawinan merupakan dasar terwujudnya pertalian darah (keturunan) dan secara hukum hal ini melahirkan hak dan kewajiban di antara mereka yang termasuk dalam lingkungan keturunan itu. Suatu perkawinan yang sah akan melahirkan keturunan-keturunan anak yang sah pula. Dengan demikian, maka sah atau tidaknya status seorang anak dan juga hubungan hukum seorang anak dengan orang tuanya sangat tergantung dari keabsahan perkawinan orang tuanya.
Kedudukan anak luar kawin menurut KUHPerdata anak luar kawin hanya mempunyai hubungan hukum dengan orang tua yang mengakuinya saja. Dengan demikian, anak luar kawin tidak mempunyai hubungan perdata dengan orang tua yang tidak mengakui sehingga tidak berhak atas hak waris, hak nafkah dan perwalian.
Menurut Hukum Islam, anak luar kawin hanya mempunyai hubungan nasab hanya dengan ibu yang melahirkannya dan keluarga ibunya sehingga tidak berhak atas hak waris, hak nafkah dengan ayah biologisnya dan ayah biologisnya tidak mempunyai hak untuk menjadi wali nikah. Kompilasi Hukum Islam tidak mengenal istilah “anak zina” tetapi mengenal istilah “anak yang lahir diluar perkawinan” yang statusnya sama dengan anak hasil hubungan suami isteri antara laki-laki dan perempuan yang tidak terikat tali perkawinan yang sah, yang meliputi anak yang lahir dari wanita yang tidak mempunyai ikatan perkawinan yang sah dengan pria yang menghamilinya, atau anak syubhat kecuali diakui oleh bapak syubhatnya.
Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 46/PUU-VIII/2010 berimplikasi terhadap perubahan nilai-nilai dalam masyarakat mengenai status dan hak-hak anak terhadap anak luar kawin. Putusan Mahkamah Konstitusi tersebut seperti dua mata uang. Di satu sisi melindungi hak-hak anak luar kawin, karena dengan putusan tersebut maka anak luar kawin mempunyai hak untuk mewaris, mendapatkan nafkah dan perwalian dari ayah biologisnya. Akan tetapi disis lain, putusan tersebut terkesan melemahkan fungsi dan menyebabkan lembaga perkawinan menjadi kurang relevan.

3.2. SARAN
1.Lahirnya Putusan MK Nomor 46/PUU-VIII/2010 tentang kedudukan dan status anak luar kawin, diharapkan untuk disegerakan melaksanakan realisasinya dengan mengeluarkan peraturan pelaksana terhadap putusan tersebut.
2.Diharapkan kepada pemerintah untuk berperan aktif dalam menanggapi Putusan MK tersebut dengan mengeluarkan peraturan hukum pelaksana yang menguatkan Putusan MK tersebut.

DAFTAR PUSTAKA
PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN:
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan
Instruksi Presiden Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 1991 Tentang Kompilasi Hukum Islam

BUKU:
Ahmad Rofiq, Fiqh Mawaris, Edisi Revisi, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2001)
Tim Redaksi Nuansa Aulia, Kompilasi Hukum Islam; Hukum Perkawinan, Kewarisan dan Perwakafan, cet. 3, (Bandung: Nuansa Aulia, 2012)

AKSES INTERNET:
http://repositori.uin-alauddin.ac.id/1235/1/Wilda%20Srijunida.pdf diakses: minggu, 17 Maret 2019 pukul: 13:35 WIB

KEKUATAN MENGIKAT DARI IZIN

A. PENGERTIAN
Kekuatan mengikat dari izin adalah pihak yang terikat dalam perizinan harus menghormati dan melaksanakan apa yang telah tertuang dalam izin, agar tidak terjadinya perbuatan yang menyimpang dari perizinan.

B. BENTUK-BENTUK
1. Dispensasi
Pengecualian atau larangan sebagai aturan umum karena keadaan khusus pada peristiwa tertentu.
Contoh: Tax Amnesti (Pengampunan Pajak).
2. Lisensi
Untuk perorangan atau perusahaan yang berpindah yaitu hak monopoli pemerintah dalam memberi pelayanan.
Contoh:  pemerintah memberikan lisensi oleh perguruan tinggi untuk memberikan gelar akademis kepada alumninya.
3. Konsensi
Izin khusus yang diberikan kepada suatu bentuk perusahaan atau yang lain oleh pemerintah.
Contoh: pemerintah memberikan izin kepada suatu perusahaan untuk membuka tambang.
4. Izin (vergunning)
Peningkatan efektivitas-efektivitas pada suatu aturan izin yang pada dasarnya didasarkan pada keinginan pembuat undang-undang untuk mencapai tatanan tertentu atau menghilangkan keadaan buruk.
Contoh: pembangunan gedung pemerintahan yang dikelola perusahaan atas izin pemerintah.

C. KESIMPULAN
Dengan adanya kekuatan yang mengikat dari izin yang bersifat tertulis dan tidak tertulis akan memberi kebebasan dan wewenang tergantung pada kader sejauh mana peraturan perundang-undangan yang mengaturnya, dan juga kekuatan dari izin ini memberikan keuntungan pada yang bersangkutan misalnya SIM.
Dengan kekuatan izin ini, bisa membuat undang-undang memformulasikan syarat-syarat dimana izin di berikan dan izin dapat di tarik kembali atau dicabut.

Sejarah Ketatanegaraan Indonesia

MATA KULIAH
HUKUM TATA NEGARA
SEJARAH KETATANEGARAAN INDONESIA





OLEH :
HENDRA PERMADI
MUHAMMAD FAJRI
BELLA NOVANDIKA

DOSEN PENGAMPU & PENGAJAR:

NURJALAL, S.H.I., S.H., M.H

FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS PAHLAWAN TUANKU TAMBUSAI
BANGKINANG
2018

KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa atas rahmatnya sehingga kami dapat menyelesaikan penyusunan makalah tentang Sejarah Ketatanegaraan Indonesia. Semoga makalah ini dapat dipergunakan sebagai salah satu acuan, petunjuk maupun pedoman bagi pembaca dalam mempelajari dan memahami dari Sejarah Ketatanegaraan Indonesia. Harapan kami semoga makalah ini membantu menambah pengetahuan dalam mendalami teori di mata kuliah Hukum Tata Negara bagi para pembaca.
Tidak dapat dipungkiri bahawasanya makalah ini masih banyak kekurangan baik didalam sistematika penulisan maupun structural dari pada teoritisnya. Oleh kerena itu kami harapkan kepada para pembaca untuk memberikan masukan-masukan yang bersifat membangun untuk kesempurnaan makalah ini.
Bangkinang Kota, 27 September 2018

Penyusun

DAFTAR ISI
Kata Pengantar ..........................................................................................................................
Daftar Isi...............................................................................................................……………..
BAB I PENDAHULUAN...........................................................................................................
1.1   Latar Belakang...........................................................................................................
1.2   Rumusan masalah......................................................................................................
1.3   Tujuan………………………………………………………....................................
BAB II PEMBAHASAN............................................................................................................
2.1  Masa Pra Kemerdekaan RI…………………………………………………………
2.2  Masa Pasca Kemerdekaan RI………………………………………………………
BAB III PENUTUP....................................................................................................................
3.1 Kesimpulan.................................................................................................................
3.2 Saran...........................................................................................................................
Daftar Pustaka............................................................................................................................

BAB I
PENDAHULUAN
1.1.Latar Belakang
Mengkaji suatu Negara pastilah kita akan mencari tahu dulu apa itu negara, negara adalah suatu organisasi kekuasaan yang berdaulat dengan tata pemerintahan melaksanakan tata tertib atas manusia disuatu daerah tertentu.  Didalam pengertian barusan, kita melihat ada kata tata pemerintahan. Tata pemerintah sangat erat kaitannya dengan Hukum Tata Negara. Hukum Tata Negara yaitu keseluruhan dari norma-norma hukum yang mengatur bagaimana negara itu harus diselenggarakan, perundang-undangan, peradilan dan penentuan kekuasaan masing-masing badan serta hubungannya satu dengan yang lain.  
Dalam mempelajari Hukum Tata Negara Indonesia, akan lebih muda jika kita mempelajari mengenai sejarah ketatanegaraan di Indonesia sebelum mempelajari lebih dalam tentang ketatanegaraan. Perkembangan ketatanegaraan di Indonesia, dibagi menjadi 2 periode, yaitu periode pra kemerdekaan Indonesia dan panca kemerdekaan Indonesia.
Dari pernyataan diatas inilah yang melatarbelakangi kelompok kami untuk membahas lebih lanjut tentang sejarah dari ketatanegaraan Indonesia. Agar kita dapat memahami bagaimana perkembangan proses ketatanegaraan di Indonesia dari periode-periode yang ada.

1.2.Rumusan Masalah
1.2.1.Bagaimana system ketatanegaraan sebelum kemerdekaan RI?
1.2.2.Seperti apa system ketatanegaraan RI setelah kemerdekaan?
1.2.3.Bagaimana isi dekrit presiden?
1.2.4.Bagaimana system ketatanegaraan di era reformasi?

1.3.Tujuan
1.3.1.Dapat mengetahui sejarah ketatanegaraan di Indonesia.
1.3.2.Bertujuan sebagai media pembelajaran dan diskusi dalam mata kuliah HTN di Fakultas Hukum Universitas Pahlawan Tuanku Tambusai.

BAB II
PEMBAHASAN
2.1.Masa Pra Kemerdekaan RI
2.1.1Masa Penjajahan Belanda.
Pada masa ini, kekuasaan tertinggi berada ditangan raja Hindia-Belanda  yang dibantu oleh Gubernur Jendral sebagai pelaksana. Raja bertanggungjawab kepada parlemen, berarti system disaat itu ialah Parlementer Kabinet. Adapun peraturan perundang-undangan kerajaan Belanda 1983 adalah:
a)UUD Kerajaan Belanda 1983
1)Pasal 1: Indonesia merupakan bagian dari Kerajaan Belanda.
2)Pasal 62: Ratu Belanda memegang pemerintahan tertinggi atas Pemerintahan Indonesia, dan Gubernur Jendral atas nama Ratu Belanda  mejalankan Pemerintahan Umum.
3)Pasal 63: Ketatanegaraan Indonesia ditetapkan dengan Undang-Undang, soal-soal intern Indonesia diserahkan pengaturannya kepada badan-badan di Indonesia, kecuali ditentukan lain dengan Undang-undang.
b) Indische Staatsregeling  (IS)
IS merupakan Undang-Undang Dasar Hindia Belanda. Adapun bentuk-bentuk peraturan perundang-undangan disebut Algemene Verordeningen (Pearaturan Umum), yang dikenal dimasa berlakunya IS, adalah:
1)Wet: dibentuk oleh badan pembentuk Undang-Undang Negeri Belanda, yaitu mahkota dan Parlemen;
2)Algemene Maatsregelen van Bestuur (AmvB), dibentuk oleh mahkota sendiri;
3)Ordonnantie, dibentuk oleh Gubernur Jendral bersama-sama  dengan Volksraad;
4)Reggering Verordeningen (RV), peraturan yang dibentuk oleh Gubernur Jendral sendiri.
Pada masa Hindia Belanda ini sistem pemerintahan yang dilaksanakan adalah Sentralistik. Asas yang dipergunakan adalah dekonsentrasi yang dilaksanakan dengan seluas-luasnya. Dikenal pula Local Verordeningen (Paraturan lokal) yang dibentuk oleh pejabat yang berwenang di tingkat lokal seperti Gubernur, Bupati, Wedana, dan Camat.
Sistem ketatanegaraan pada masa pemerintahan Hindia-Belanda berupa:
a)Kekuasaan eksekutif di Hindia Belanda ada pada Gubernur Jenderal dengan kewenangan yang sangat luas dan dibantu oleh Raad van Indie (Badan Penasehat);
b)Kekuasaan Kehakiman ada pada Hoge Rechshof (Mahkamah Agung);
c)Pengawas keuangan dilakukan oleh Algemene Reken Kamer. 

2.1.2Masa Bala Tentara Jepang
Dalam sejarah perang Asia Timur Raya/Perang Dunia II muncullah kekuatan angkatan perang yang cukup dominan yaitu Bala Tentara Jepang. Dalam sejarah Perang Asia Timur Raya kedudukan Jepang di Indonesia berupa:
a)Sebagai penguasa pendudukan. Jepang hanya meneruskan kekuasaan Belanda atas Hindia-Belanda.
b)Jepang berusaha mengambil simpati dari bangsa-bangsa yang ada di kawasasan Asia Timur Raya termasuk Indonesia dengan menyebut dirinya sebagai saudara tua.
Pada masa pendudukan bala tentara Jepang, wilayah Indonesia dibagi menjadi tiga wilayah besar yaitu :
a)Pulau Sumatera dibawah kekuasaan Pembesar Angkatan darat Jepang dengan pusat kedudukan di Bukittinggi.
b)Pulau Jawa berada di bawah kekuasaan Angkatan darat yang berkedudukan di Jakarta.
c)Daerah-daerah selebihnya berada di bawah kekuasaan Angkatan Laut yang berkedudukan di Makasar.
Pembagian wilayah ini membuktikan masa pendudukan Jepang paham militeristik menjadi model bagi pengaturan sistem ketatanegaraan di Indonesia.
Salah satu peraturan yang menjadi salah satu sumber hukum tata negara Republik Indonesia sebelum Proklamasi kemerdekaan 17 Agustus 1945 adalah Undang-Undang No.40 Osamu Seirei tahun 1942. Osamu Seirei adalah peraturan atau Undang-Undang yang cenderung berbau otoriter/pemaksaan.
Pada masa kependudukan Jepang ini, mereka menjanjikan kemerdekaan Indonesia. Janji tersebut akhirnya direalisasi dengan terbentuknya BPUPKI pada 29 April 1945. BPUPKI melaksanakan siding 2 kali, yaitu:
a)28 Mei sampai dengan 1 Juni 1945 menghasilan Rancangan Dasar Negara.
b)10 Juli sampai dengan 17 Juli 1945 menghasilkan Rancangan Undang-Undang Dasar (termasuk panitia 9).
Setelah melaksanakan tugasnya, BPUPKI dibubarkan dan digantikan oleh PPKI pada 11 Agustus 1945.

2.2.Masa Pasca Kemerdekaan RI
2.2.1Pasca pemberlakuan UUD 1945 sejak 18 Agustus 1945
Sehari setelah proklamasi 17 Agustus 1945, UUD 1945 disahkan pertama kali oleh PPKI, pada saat itu dimulailah babak baru penyelenggaraan ketatanegaraan. Dengan adanya usaha-usaha sebagai berikut:
1)Menetapkan UUD Negara Republik Indonesia
2)Penetapan Soekarno dan Moh. Hatta sebagai Presiden dan Wakil Presiden oleh PPKI
3)Pembentukan Dapartemen-dapatemen oleh Presiden
4)Pengangkatan anggota KNIP
5)Pembentukan delapan provinsi oleh PPKI.
Pada tanggal 16 Oktober 1945 Wakil Presiden menerbitkan Maklumat Wakil Presiden No. X Tahun 1945 yang berisi:
1)KNIP (Komite Nasional Indonesia Pusat) diserahi kekuasaan legislatif dan ikut membuat atau menetapkan Garis-garis Besar daripada Haluan Negara sebelum terbentuknya MPR dan DPR.
2)Pekerjaan sehari-hari KNIP dilakukan oleh Badan Pekerja KNIP. 
3)KNIP bersama-sama Presiden menetapkan Undang-Undang yang boleh mengenai segala urusan pemerintah. 
Untuk menindaklanjuti pelaksanaan Maklumat No. X Tahun 1945, dikeluarkanlah Maklumat Pemerintah Tanggal 14 Nopember Tahun 1945. Dalam Maklumat Pemerintah ini dinyatakan antara lain:
1)Pengumuman tentang terbentuknya Kabinet Baru; dan
2)Pengumuman bahwa Kabinet yang baru terbentuk tersebut bertanggungjawab kepada KNIP.

2.2.2Ketatanegaraan di Bawah Konstitusi Indonesia Serikat
Terbentuknya negara RIS diawali dari Konferensi Meja Bundar anatara Belanda dan Indonesia di Den Haag dari tanggal 23 Agustus - 2 November 1949. Kondisi seperti ini merupakan bentuk kemunduran dari konsepsi Negara Kesatuan yang disepakati oleh para pendiri negara di dalam UUD 1945.
menurut Konstitusi Republik Indonesia Serikat sistem pemerintahan negara yang dipergunakan adalah sistem semi parlementer. Disaat ini digunakanlah KRIS.
Republik Indonesia Serikat berlangsung sampai dengan tanggal 17 Agustus 1950, dan menurut Konstitusi Republik Indonesia Serikat sistem pemerintahan negara yang dipergunakan adalah sistem semi parlementer. Hal ini nampak jelas tertuang di dalam Pasal 122 yang menyatakan bahwa Dewan Perwakilan Rakyat yang ditunjuk menurut Pasal 109 dan pasal 110 tidak dapat memaksa kabinet atau masing-masing menteri meletakkan jabatannya.

2.2.3Ketatanegaraan di Bawah Undang-Undang Dasar Sementara 1950
Pada tanggal 17 Agustus 1950 Indonesia resmi kebali menjadi Negara Kesatuan RI berdasarkan UUDS tahun 1950, yang pada dasarnya merupakan Konstitusi RIS yang sudah diubah. Dalam Sidang Pertama Babak ke-3 Rapat ke-71 DPR RIS tanggal 14 Agustus 1950 di Jakarta. kemudian Desember 1955 Diadakan Pemilihan Umum untuk memilih anggota Konstituante dengan dasar UU No. 7 tahun 1953 yang menyatakan :
1)Perubahan Konstitusi menjadi UUDS tahun 1950.
2)Merelakan UUDS tahun 1950 mulai berlaku tanggal 17 Agustus 1950.
3)Terbentuknya Konstituante diresmikan di Kota Bandung 10 Nopember1956.
Badan Konstituante bersama-sama pemerintah harus segera menyusun UUD Indonesia untuk menggantikan UUDS tahun 1950. Namun Majelis Konstituante tidak berhasil menyelesaikan tugasnya menyusun UUD.

2.2.4Dekrit Presiden
Dekrit Presiden 1959 dilatarbelakangi oleh kegagalan Badan Konstituante untuk menetapkan UUD baru sebagai pengganti UUDS 1950. Presiden Soekarno mengeluarkan Dekrit tanggal 5 Juli 1959 yang menyatakan :
1)Konstituante telah gagal
2)Membubarkan Majelis Konstituante
3)Memberlakukan kembali UUD 1945 sebagai UUD Negara RI.
Dekrit Presiden 5 Juli 1959 telah sisetujui oleh DPR hasil Pemilu tahun 1959 secara aklamasi tanggal 22 Juli 1959, yang kemudian dikukuhkan oleh MPRS engan Ketetapan No. XX/MPRS/1966.

2.2.5Periode 17 Juli 1959 s.d. 1966
Periode ini biasa disebut juga Era Orde Lama dengan “Demokrasi Terpimpin” Konsep Demokrasi Terpimpin dari Bung Karno diterima sebagai dasar penyelenggaraan Negara yang ditetapkan dalam TAP MPRS No. VIII/1965.
Dengan pemberlakuan kembali UUD 1945, serta mengingat bahwa lembaga-lembaga Negara sebagaimana digariskan oleh UUD 1945 belum lengkap, maka dilakukanlah beberapa langkah sebagai berikut:
1)Pembaharuan susunan Dewan Perwakilan Rakyat melalui penetapan presiden No.3 Tahun 1960.
2)Penyusunan Dewan Perwakilan Rakyat Gotong Royong (DPRGR) dengan penetapan presiden No.5 Tahun 1960 yang antara lain menentukan bahwa anggota-anggota Dewan Perwakilan Rakyat diberhentikan dengan hormat dari jabatanny terhitung mulai tanggal pelantikan Dewan Perwakilan Rakyat Gotong Royong oleh Presiden.
3)Untuk melaksanakan dekrit presiden oleh presiden dikeluarkan penetapan presiden No.2 Tahun 1959 : tentang majelis permusyawaratan rakyat sementara dan dilanjutkan dengan
4)Penyusunan majelis permusyawaratan rakyat sementara dengan penetapan presiden No.12 Tahun 1960.
5)Dikeluarkan penetapan presiden No.3 Tahun 1959 tentang Dewan Pertimbangang sementata.
Dengan berlakunya kembali UUD 1945 berdasarkan Dekrit Presiden 5 Juli 1959, maka pelaksanaannya tidak sesuai bahkan banyak terjadi penyimpangan antara lain :
1)Lembaga-lembaga Negara yang ada bersifat sementara
2)Pengangkatan Presiden Soekarno sebagai Presiden Seumur Hidup dengan TAP MPRS No. III tahun 1963
Pada masa itu banyak terjadi penyimpangan-penyimpangan didalam bidang politik yang pada puncaknya, meledaknya kasusu pemberontakan G30 S PKI, yang sampai saat ini masih dalam perdebatan. Puncak dari peristiwa ini adalah jatuhnya legitimasi Presiden Soekarno dalam memegang tampuk kepemimpinan nasional. Legitimasi tersebut semakin terpuruk dengan dikeluarkannya Surat Perintah 11 maret 1966 (SUPERSEMAR) yang pada hakikatnya merupakan perintah Presiden Soekarno kepada Letnan Jenderal Soeharto untuk mengembalikan segala tindakan dalam menjamin keamanan dan ketenteraman serta stabilitas jalannya pemerintahan.
Kemudian dengan Ketetapan MPRS No. IX/MPRS/1966, SUPERSEMAR dikukuhkan dengan masa berlaku sampai terbentuknya MPR RI hasil pemilihan umum yang akan datang. Oleh karena pemilihan umum yang sedianya akan diselenggarakan pada tanggal 5 Juli 1968 ditunda hingga 5 Juli 1971 dan mengingat dikeluarkannya Ketetapan MPR No. XXXIII/MPRS/1967 Tentang Pencabutan Kekuasaan Pemerintahan Negara dari Tangan Presiden Soekarno, maka demi tercapainya kepemimpinan nasional yang kuat dan terselenggaranya stabilitas politik, ekonomi dan Hankam, maka dikeluarkanlah Ketetapan MPRS No. XLIV/MPRS/1968 Tentang Pengangkatan Pengemban Ketetapan MPRS No IX/MPRS/1966 Sebagai Presiden Republik Indonesia, yang antara lain menyatakan bahwa mengangkat presiden Soeharto sebagai Presiden Republik Indonesia hingga terpilihnya Presiden oleh MPR hasil pemilihan umum.

2.2.6.Ketatanegaraan Indonesia Pada Masa Orde Baru
Atas dasar Surat Perintah 11 Maret 1966 (SUPERSEMAR), merupakan akar awal jatuhnya Presiden Soekarno dan tampak kekuasaan Negara dipegang oleh Jenderal Soeharto. Dalam kepemimpinan Jenderal soeharto penyelenggaraan pemerintahan dan kehidupan demokrasi menitikberatkan pada kestabilan politik dan keamanan Negara.
Beberapa hal yang menonjol dalam Pemerintahan Soeharto atau dekenal dengan Era Orde Baru adalah :
1)Demokrasi Pancasila
2)Adanya Konsep Dwifungsi ABRI
3)Adanya Golongan Karya
4)Kekuasaan ditangan Eksekutif/ Penumpukkan kekuasaan.
5)Adanya system pengangkatan dalam lembaga-lembaga perwakilan rakyat.
6)Penyederhanaan Partai Politik
7)Adanya rekayasa dalam Pemilihan Umum, Soeharto tetap menjadi Presiden untuk beberapa kali.
8)Kebijakan depolitisasi khususnya masyarakat pedesaan melalui konsep masa mengambang (floating mass).
9)Kontrol Abriter atas kehidupan pers.

2.2.7.Ketatanegaraan Indonesia Setelah Reformasi 1998: Menuju Konsolidasi Sistem Demokrasi
Setelah runtuhnya masa orde baru, makanya terjadi perubahan yang signifikan terhadap republik ini didalam system ketatanegaraannya, diantaranya diamandemennya dasar konstitusi Indonesia sebanyak 4 kali dari 1999-2002 dan system ketatanegaraan Indonesia menjadi seperti berikut ini.
1)NKRI harus tetap dipertahankan.
2)Kedaulatan ada di tangan rakyat.
3)Presiden dan Wakil Presiden dipilih langsung oleh rakyat.
4)Negara Republik Indonesia adalah Negara Hukum.
5)Sistem Pemerintahan adalah Presidensiil.
6)Sistem Keparlemenan mempergunakan soft bicameral system, bahkan bisa dianggap sistem keparlemenan dengan tiga kamar, karena MPR, DPR dan DPD masing-masing memiliki wewenang sendiri-sendiri serta masing-masing mempunyai Ketua.
7)Sistematika UUD 1945 terdiri dari Pembukaan dan Pasal-pasal.
8)MPR tidak lagi menjadi lembaga tertinggi Negara.
9)Hubungan organisasi pemerintahan dalam garis vertical dengan asas desentralisasi dengan otonomi luas.
10)Adanya lembaga-lembaga baru yaitu, Mahkamah Konstitusi dan Komisi Yudisial dalam UUD 1945.

BAB III
PENUTUP
3.1Kesimpulan
Dari sejarah panjang ketatanegaraan yang dialami Indonesia, dapat kita memahami banyak perubahan-perubahan didalam ketatanegaraan entah itu dipengaruhi oleh faktor keadaan negara maupun dinamika perpolitikan tokoh-tokoh berpengaruh. Sejarah ketatanegaraan dapat dilihat mulai dari masa sebelum kemerdekaan, yaitu dari masa penjajahan Belanda sampai masa penjajahan Jepang.
Pada masa pasca Proklamasi Indonesia sudah mulai membenah dalam sistem ketatanegaraan yang buktinya telah terjadi beberapa sistem ketatanegaraan yang telah ditetapkan seperti pemberlakuan UUD 1945 pada tanggal 18 Agustus 1945, Konstitusi Indonesia Serikat, Undang-Undang Dasar Negara Sementara Tahun 1950, Sistem ketatanegaraan Orde Baru, dan yang terbaru setelah Reformasi menuju Konsolidasi sistem Demokrasi.

3.2Saran
JASMERAH, artinya Jangan Sampai Melupakan sejaRAH. Bukan sembarang kata bukan sembarang orang yang mengucapkannya, ialah Dr(H.C). Ir. H. Soekarno sang pelopor perkataan itu. Sebagai warga negara Indonesia secara defacto maupun dejure sudah saatnya kita mencari sejarah tentang Indonesia sebagai generasi pelurus bangsa.
Dan tidak luput kepada pemerintah agar jangan menutupi sejarah daripada bangsa ini, agar kami tidak menjadi buta sejarah dan terjadi perbebatan menimbulkan di kehidupan bermasyarakat.

DAFTAR PUSTAKA
B. Hestu Cipto Handoyo, Hukum Tata Negara , Yogyakarta:Cahaya Atma Pustaka, 2015
Hj. Ellydar Chaidir dkk, Ilmu Negara, Pekanbaru, Mandiri Press, 2002
Bewa Ragawino, Hukum Tata Negara, FISIPOL Universitas Padjadjaran, 2007
http://rafialqomakalah.blogspot.com/2017/03/sejarah-ketatanegaraan-indonesia.html.diakses27/09/2018

Terminologi Hukum

FREIES ERMESSEN
1. Freies ermessen sendiri berasal dari bahasa Jerman.
2. Secara eteimologi berasal dari dua kata freies dan ermessen.
3. Pengertian Freies Ermessen berasal dari kata frei dan freie yang berarti bebas, merdeka, tidak terikat, lepas dan orang bebas.
4. Ermessen yang berarti mempertimbangkan, menilai, menduga, penilaian, pertimbangan dan keputusan.
5. Sedang secara etimologis, Freies Ermessen artinya orang yang bebas mempertimbangkan, bebas menilai, bebas menduga, dan bebas mengambil keputusan
6. Bahkan dalam perkembangan di bidang hukum administrasi Negara freies ermessen dapat kemudian berwujud dalam hukum yang tertulis, yang biasa disebut dengan peraturan kebijakan (beleidsregel).

OVERMACHT/FORCE DE MAJEURE
1. Overmacht berasal dari bahasa Belanda, over(tentang itu). Macht(kekuatan).
2. berarti suatu keadaan yang merajalela dan menyebabkan orang tidak dapat menjalankan tugasnya.
3. Dalam kamus hukum Overmacht mempunyai arti keadaan memaksa yang dialami seseorang.
4. Menurut ahli, overmacht itu keadaan yang disebabkan oleh situasi saat itu. Sdgkn force de majeure orang yang menyebabkan keadaan itu memaksa
5. Overmacht dalam arti luas berarti suatu keadaan di luar kekuasaan manusia yang mengakibatkan salah satu pihak dalam perjanjian tidak dapat memenuhi prestasinya
6. Dalam bahasa Perancis disebut dengan istilah Force de Majeure yang artinya sama dengan keadaan memaksa
7. Force(kekuatan), de(dari), majeure(paling)

JURISPRUDENSI
1. “Jurisprudence” yang berasal dari kata “Jus”, Juris” yang artinya hukum atau hak.
2. “Prudence” berarti meilhat ke depan atau mempunyai keahlian,
3. arti umum dari Jurisprudence adalah ilmu pengetahuan yang mempelajari hukum.
4. Kata “jurisprudence” konon berasal dari bahasa Latin, yaitu juris (law; hukum) dan prudens (skilled; terlatih).
5. Menurut Poernadi Purbacaraka dan Soerjono Soekanto (1979:55), Jurisprudence berarti teori ilmu hukum atau Algemene Rechtsleer  atau General Theory of Law.  Jika “Jurisprudentia” (Latin) berarti pengetahuan hukum (rechtsgeleerheid). Jurisprudentie(Belanda) sama artinya dengan Jurisprudensi (Indonesia) berarti “hukum peradilan atau hukum ciptaan hakim” artinya keputusan pengadilan atau hakim yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap”.

LAW
1. Istilah “law” (Inggris) dari bahasa Latin “lex” atau dari kata ”lesere” yang berarti mengumpulkan atau mengundang orang-orang untuk diberi perintah.
2. Lex juga dari istilah “Legi” berarti peraturan atau undang-undang.
3. Peraturan yang dibuat dan disahkan oleh pejabat atau penguasa yang berwenang disebut “legal” atau “legi”  yang berarti“undangundang”.
4. Dengan demikian istilah“law” (Inggris) “lex” atau “legi” (Latin), loi (Perancis), wet (Belanda), gesetz (Jerman) selain berarti “hukum “ juga berarti “undang-undang”.

RECHT
1. Istilah recht berasal dari bahasa latin “Rectum”  berarti tuntunan atau bimbingan, perintah atau pemerintahan.
2. Rectum dalam bahasa Romawi adalah “Rex”  yang berarti Raja atau perintah Raja.
3. Istilah-istilah tersebut (recht, rectum, rex) dalam bahasa Inggris menjadi “Right” (hak atau adil) yang juga berarti hukum.
4. Recht yaitu hak/patut/hukum

IUS
1. Istilah hukum dalam bahasa latin juga disebut “ius” dari kata “iubere” artinya mengatur atau memerintah atau hukum.
2. Perkataan mengatur dan memerintah bersumber pada kekuasaan negara atau pemerintah.
3. Istilah“ius”  (hukum) sangat erat dengan tujuan hukum yaitu keadilan atau “iustitia”.
4. “Iustitia” atau “Justitia” adalah dewi “keadilan” bangsa Yunani dan Romawi kuno.
5. “iuris” atau “Juris” (Belanda) berarti “hukum” atau kewenangan (hak), dan “Jurist” (Inggris dan Belanda) adalah ahli hukum atau hakim.

STRAFBAAR FEIT
1. Strafbaar feit istilah asli bahasa Belanda yang diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia dengan berbagai arti diantaranya yaitu, tindak pidana, delik, perbuatan pidana, peristiwa pidana maupun perbuatan yang dapat dipidana
2. Strafbaar feit terdiri dari 3 kata, yakni straf, baar dan feit.
3. Straf diterjemahkan sebagai pidana dan hukum.
4. Baar diterjemahkan dengan dapat dan boleh,
5. Feit diterjemahkan dengan tindak, peristiwa, pelanggaran dan perbuatan.
6. strafbaar feit, juga dikenal istilah delik yang biasa juga biasa disamakan dengan istilah tindak pidana. Istilah delik berasal Bahasa  inggrisnya  adalah  delict. Artinya, suatu  perbuatan  yang  pelakunya  dapat  dikenakan  hukuman  (pidana).
7. bahasa latin yakni kata delictum. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia tercantum, bahwa delik adalah perbuatan yang dapat dikenakan hukuman karena merupakan pelanggaran terhadap undang-undang tindak pidana.
8. Strafbaarfait ialah pelanggaran terhadap norma, yang dilakukan karena kesalahan si pelanggar dan diancam dengan pidana untuk mempertahankan tata hukum dan menyelamatkan kesejahteraan umum
9. Definisi menurut hukum positif, merumuskan pengertian “strafbaar feit” adalah suatu kejadiaan (feit) yang oleh peraturan perundang-undangan dirumuskan sebagai perbuatan yang dapat dihukum.