KATA PENGANTAR
Puji syukur dihanturkan kepada Allah SWT yang telah memberi kan begitu berlimpahnya rahmat dan hidayat-Nya yang berupa waktu, ilmu, akal, dan fikiran dalam menyelesaikan tugas yang sangat berarti bagi kita mahasiswa/I Fakultas Hukum Universitas Pahlawan Tuanku Tambusai. Ucapan terima kasih tidak lupa pula kami berikan kepada dosen pengampu sekaligus pengajar serta pembimbing kami yakni bapak Nurjalal, S.HI., S.H., M.H yang telah memberikan suatu tunjuk ajar kepada kami sampai makalah yang berjudul “Aliran Sociological Jurisprudence” telah terselesaikan oleh kami.
Harapan kami bahwasanya makalah ini mudah-mudahan bermanfaat bagi kita semua dalam memahami aliran-aliran yang ada dalam hukum ini sebagai bekal kita dalam berdedikasi di dunia hukum nantinya. Tidak dapat dipungkiri bahwa makalah ini penuh dengan kekurangan diberbagai aspek, oleh sebab itu kami menerima dengan luas segala kritik-kritik dan saran yang dilontarkan oleh para pembaca yang akan kami jadikan dasar mereview kembali makalah ini.
Semoga makalah ini dapat sebagai acuan dan tunjuk ajar bagi kita semua, atas segala kerendahan hati kami mengucapkan terima kasih.
Bangkinang Kota, 2 Maret 2018
Penyusun
DAFTAR ISI
Kata Pengantar ............................................................................................................................ 1
Daftar Isi...............................................................................................................……………… 2
BAB I PENDAHULUAN............................................................................................................ 3
1.1 Latar Belakang............................................................................................................ 3
1.2 Rumusan masalah......................................................................................................... 3
1.3 Tujuan………………………………………………………....................................... 3
BAB II PEMBAHASAN............................................................................................................... 5
2.1 Aliran Sociological Jurisprudence................................................................................ 5
2.2 Pandangan Teori Tentang Fenomena Sosial................................................................. 6
2.3 Kelebihan & Kekurangan……………....................................................................... 8
BAB III PENUTUP................................................................................................................... 9
3.1 Kesimpulan................................................................................................................ 9
3.2 Pendapat Hukum……………………………………………………………………. 10
Daftar Pustaka......................................................................................................................... 11
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Filsafat hukum menurut Mr. Soetika (1997:2), mengatakan:
“filsafat hukum adalah mencari hakikat dari hukum, dia ingin mengetahui apa yang ada dibelakang hukum, mencari apa yang tersembunyi di dalam hukum, dia menyelidiki kaidah-kaidah hukum sebagai pertimbangan nilai, dia memberi penjelasan mengenai nilai, postulat (dasar-dasar) hukum sampai pada dasar-dasarnya, ia berusaha untuk mencapai akar-akar dari hukum.”
Didalam filsafat hukum ada beberapa mahzab/aliran, yaitu:
Aliran Hukum Alam
Aliran Hukum Positif
Aliran Utilitarianisme
Mahzab Sejarah
Aliran Sociological Hukum
Aliran Realisme Hukum
Aliran Hukum Islam
Diantara 7 mahzab/aliran diatas disini kita akan membahas tentang Aliran Sociological Hukum . Aliran Sociological Jurisprudence ialah aliran dimana mempelajari tentang pengaruh timbal balik antara hukum dan masyarakat. Aliran ini dikembangkan oleh Roscoe Pound, Eugen Ehrlich, Benyamin Cordoza, dll.
1.2. Rumusan masalah.
Apakah Sociological Jurisprudence?
Bagaimana pandangan aliran terhadap permasalahan sosial?
Apa kelebihan dan kekurangan aliran Sociological Jurisprudence?
1.3. Tujuan
Untuk mengetahui tentang Sociological Jurisprudence.
Mengetahui permasalahan social yang ditanggapi oleh Aliran Sociological Jurisprudence.
Mengetahui kelebihan dan kekurangan Aliran Sociological Jurisprudence.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1. Aliran Sociological Jurisprudence
Aliran ini dikembangkan oleh Roscoe Pound, Eugen Ehrlich, Benyamin Cordoza, dll. Inti pemikiran mahzab ini menganggap bahwa hukum yang baik adalah hukum yang sesuai dengan kehidupan didalam masyarakat, dalam artian yaitu mempelajari tentang pengaruh timbul balik antara hukum dan masyarakat.
aliran sociological jurisprudence bisa dikatakan sebagai aliran yang memiliki berbagai pendekatan, dan dipandang dapat menedekatkan cita-cita akan hukum yang responsif dengan perkembangan masyarakat. Orang yang dianggap sebagai pelopor dari aliran sociological jurisprudence ialah Eugen Ehrlich (1826-1922) berdasarkan karyanya “Fundamental Principles of The Sociologi of Law”. Ajaran Ehrlich berpangkal pada pembedaan antara hukum positif dengan hukum yang hidup ( Living law), atau dengan kata lain suatu pembedaan antara kaidah-kaidah hukum dengan kaidah-kaidah sosial lainnya. Dia menyatakan bahwa hukum positif hanya akan efektif apabila selaras dengan hukum yang hidup dalam masyarakat, atau dengan apa yang disebut oleh atropolog sebagai kebudayaan ( culture patterns).
Aliran sociological jurisprudence muncul di Benua Eropa yang dipelopori ahli Hukum asal Austria bernama Eugen Ehrlich (1826-1922), dan berkembang di Amerika dengan pelopor Roscoe Pound. Istilah sociological dalam menamai aliran ini, menurut Paton kurang tepat dan dapat menimbulkan kekacauan. Ia lebih senang menggunakan istilah “metode fungsional”. Oleh karena itu, ada pula yang menyebut sociological jurisprudence ini dengan Functional Anthropological. Dengan menggunakan istilah “metode fungsional” seperti diungkapkan diatas, Paton ingin menghindari kerancuan antarasociological jurisprudence dan sosiologi hukum (the sociology of law).
Menurut Lily Rasjidi, perbedaan antara sociological jurisprudence dan sosiologi hukum adalah sebagai berikut:
1. Sociological jurisprudence adalah nama aliran dalam filsafat hukum, sedangkan sosiologi hukum adalah cabang dari sosiologi
2. Walaupun objek yang dipelajari oleh keduanya adalah tentang pengaruh timbal balik antara hukum dan masyarakat, namun pendekatannya berbeda.
3. Sociological jurisprudence menggunakan pendekatan hukum ke masyarkat, sedangkan sosiologi hukum memilih pendekatan dari masyarakat ke hukum.
Roscoe Pound adalah salah satu ahli hukum yang beraliran Sociological Jurisprudence yang lebih mengarahkan perhatiannya pada ”Kenyataan Hukum” daripada kedudukan dan fungsi hukum dalam masyarakat. Kenyataan hukum pada dasarnya adalah kemauan publik, jadi tidak sekedar hukum dalam pengertian law in books. Sociological Jurisprudence menunjukkan kompromi yang cermat antara hukum tertulis sebagai kebutuhan masyarakat hukum demi terciptanya kepastian hukum (positivism law) dan living law sebagai wujud penghargaan terhadap pentingnya peranan masyarakat dalam pembentukan hukum dan orientasi hukum
Peran Strategis Hakim dalam Perspektif Sociological Jurisprudence.
Kehidupan hukum sebagai kontrol sosial terletak pada praktek pelaksanaan atau penerapan hukum tersebut. Tugas hakim dalam menerapkan hukum tidak melulu dipahami sebagai upaya social control yang bersifat formal dalam menyelesaikan konflik, tetapi sekaligus mendisain penerapan hukum itu sebagai upaya social engineering. Tugas yudisial hakim tidak lagi dipahami sekedar sebagai penerap undang-undang terhadap peristiwa konkrit (berupa berbagai kasus dan konflik) atau sebagai sekedar corong undang-undang (boncha de la loi) tetapi juga sebagai penggerak social engineering. Para penyelenggara hukum harus memperhatikan aspek fungsional dari hukum yakni untuk mencapai perubahan, dengan melakukan perubahan hukum selalu dengan menggunakan segala macam teknik penafsiran (teori hukum fungsional).
2.2. Pandangan Teori Tentang Fenomena Sosial
Aliran sociological jurisprudence bisa dikatakan sebagai aliran yang memiliki berbagai pendekatan, dan dipandang dapat menedekatkan cita-cita akan hukum yang responsif dengan perkembangan masyarakat. Orang yang dianggab sebagai pelopor dari aliran sociological jurisprudence ialah Eugen Ehrlich (1826-1922) berdasarkan karyanya “Fundamental Principles of The Sociologi of Law”. Ajaran Ehrlich berpangkal pada pembedaan antara hukum positif dengan hukum yang hidup ( Living law), atau dengan kata lain suatu pembedaan antara kaidah-kaidah hukum dengan kaidah-kaidah sosial lainnya. Dia menyatakan bahwa hukum positif hanya akan efektif apabila selaras dengan hukum yang hidup dalam masyarakat, atau dengan apa yang disebut oleh atropolog sebagai kebudayaan ( culture patterns).
Perlu dikembangkan aliransociological jurisprudence di Indonesia dimana hukum dibuat berdasarkan hukum yang hidup dalam masyarakat atau berdasarkan perkembangan masyarakat bukan disesuaikan dengan keberadaan global. Sebagai salah satu contoh peraturan tertulis yang dibuat tidak berdasarkan dengan kondisi dan perkembangan masyarakat Indonesia menurut penulis adalah Undang-Undang Nomor 44 tahun 2008 tentang Pornografi. Definisi pornografi dalam undang-undang tersebut dinilai terlalu luas sehingga dapat menimbulkan berbagai penafsiran.
Dalam pasal 1 UU nomor 44 tahun 2008 yang dimaksud dengan pornografi adalah gambar, sketsa, ilustrasi, foto, tulisan, suara, bunyi, gambar bergerak animasi, kartun, percakapan, gerak tubuh, atau bentuk pesan lainnya melalui berbagai bentuk media komunikasi dan/atau pertunjukkan di muka umum yang membuat kecabulan atau eksploitasi seksual yang melanggar norma kesusilaan dalam masyarakat. Menurut penulis, seharusnya pengertian pornografi harus dipersempit lagi, karena jika dilihat dari sebagian budaya-budaya masyarakat Indonesia ada yang secara hukum melanggar UU tersebut baik dari segi pakaian, tarian dan lain-lain.
Permasalahan yang muncul disini adalah mengapa sociological jurisprudencepenting untuk dikembangkan di Indonesia yang menganut positivisme hukum? Filosofisociological jurisprudence adalah hukum yang baik adalah hukum yang sesuai dengan hukum yang hidup dalam masyarakat. Dalam masyarakat Indonesia ada tiga hukum yang hidup dalam masyarakat yaitu hukum warisan Belanda, hukum adat dan hukum islam. Dengan adanya UU No. 44 tahun 2008 tentang Pornografi artinya pembentukan hukum ini tidak sesuai dengan hukum adat (adat istiadat) masyarakat Indonesia mengingat bangsa Indonesia adalah multicultural tetapi dibentuk berdasarkan kepentingan politik dan kelompok-kelompok tertentu saja.
Merupakan hal yang wajar jika banyak pihak yang kontra terhadap pembentukan undang-undang ini misalnya masyarakat Bali, Papua, Maluku dan NTT. Hal ini dikarenakan pemerintah dalam membuat undang-undang ini hanya memperhatikan unsure normatifnya saja (ratio) tetapi tidak memperhatikan unsure empirisnya (pengalaman) sehingga secara hukum (positivisme hukum), adat istiadat mereka dapat dipidana karena bertentangan dengan UU pornografi ini.
Sekalipun aliran hukum sociological jurisprudence kelihatan sangat ideal, dengan cita hukum masyarakat yang terus menerus berubah ini, karena mengutamakan bagaimana suatu hukum itu menjadi baik dan sesuai dengan nilai-nilai yang hidup dalam masyarakat tetapi aliran ini bukanlah tanpa kritik. Ada 3 kelemahan dari aliran hukum ini yaitu:
1. Aliran hukum ini tidak dapat memberikan kriteria yang jelas yang membedakan norma hukum dari norma sosial yang lain.
2. Ehrlic meragukan posisi adat kebiasaan sebagai “sumber” hukum dan adat kebiasaan sebagai suatu “bentuk” hukum.
3. Ehrlich menolak mengikuti logika perbedaan antara norma-norma hukum Negara yang khas dan norma-norma hukum dimana Negara hanya member sanksi pada fakta sosial.
Aliran positivisme yang sedang berkembang di Indonesia saat ini tidak harus dihilangkan atau kemudian diganti dengan aliran hukum lain. Tetapi dalam merumuskan suatu aturan tertulis unsur normatif (ratio) dan empiric (pengalaman) harus ada. Kedua-duanya sama perlunya. Artinya hukum yang pada dasarnya berasal dari gejala-gejala atau nilai-nilai dalam masyarakat sebagai suatu pengalaman, kemudian dikonkritisasi menjadi norma-norma hukum melalui tangan-tangan ahli hukum sebagai hasil kerja ratio, yang seterusnya dilegalisasi atau diberlakukan sebagai hukum oleh Negara. Yang menjadi penting adalah bahwa cita-cita keadilan masyarakat dengan cita-cita keadilan yang dituju oleh penguasa harus selaras dan itu termanifestasikan dalam hukum.
2.3. Kelebihan & Kekurangan
Kelebihan dari aliran Sosiological Jurisprudence :
Memperhatikan hukum yang mencerminkan nilai-nilai yang hidup dan di perlukan dalam kehidupan masyarakat,
bahwa titik berat perkembangan hukum terletak pada masyarakat itu sendiri dengan konsep dasarnya “living law” yang mencerminkan nilai-nilai yang hidup dalam masyarakat (volkgeist).
Kekurangan dari aliran Sosiological Jurisprudence :
ajaran tersebut tidak dapat memberikan kriteria yang jelas yang membedakan norma hukum dari norma sosial yang lain.
meragukan pisisi adat kebiasaan sebagai “sumber” hukum dan adat kebiasaan sebagai suatu bentuk hukum.
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
filsafat hukum adalah mencari hakikat dari hukum, dia ingin mengetahui apa yang ada dibelakang hukum, mencari apa yang tersembunyi di dalam hukum, dia menyelidiki kaidah-kaidah hukum sebagai pertimbangan nilai, dia memberi penjelasan mengenai nilai, postulat (dasar-dasar) hukum sampai pada dasar-dasarnya, ia berusaha untuk mencapai akar-akar dari hukum.
Aliran ini dikembangkan oleh Roscoe Pound, Eugen Ehrlich, Benyamin Cordoza, dll. Inti pemikiran mahzab ini menganggap bahwa hukum yang baik adalah hukum yang sesuai dengan kehidupan didalam masyarakat, dalam artian yaitu mempelajari tentang pengaruh timbul balik antara hukum dan masyarakat.
Aliran sociological jurisprudence muncul di Benua Eropa yang dipelopori ahli Hukum asal Austria bernama Eugen Ehrlich (1826-1922), dan berkembang di Amerika dengan pelopor Roscoe Pound. Istilah sociological dalam menamai aliran ini, menurut Paton kurang tepat dan dapat menimbulkan kekacauan. Ia lebih senang menggunakan istilah “metode fungsional”. Oleh karena itu, ada pula yang menyebut sociological jurisprudence ini dengan Functional Anthropological. Dengan menggunakan istilah “metode fungsional” seperti diungkapkan diatas, Paton ingin menghindari kerancuan antarasociological jurisprudence dan sosiologi hukum (the sociology of law).
Kelebihan dari aliran Sosiological Jurisprudence :
Memperhatikan hukum yang mencerminkan nilai-nilai yang hidup dan di perlukan dalam kehidupan masyarakat,
bahwa titik berat perkembangan hukum terletak pada masyarakat itu sendiri dengan konsep dasarnya “living law” yang mencerminkan nilai-nilai yang hidup dalam masyarakat (volkgeist).
Kekurangan dari aliran Sosiological Jurisprudence :
ajaran tersebut tidak dapat memberikan kriteria yang jelas yang membedakan norma hukum dari norma sosial yang lain.
meragukan pisisi adat kebiasaan sebagai “sumber” hukum dan adat kebiasaan sebagai suatu bentuk hukum.
Pendapat Hukum
Sociological Jurisprudence adalah salah satu aliran yang ada hukum yang berpendapat bahwa hukum yang baik, hukum yang efisien adalah bersumber atau berdasar sesuai dengan kebutuhan yang hidup didalam masyarakat.
DAFTAR PUSTAKA
Buku:
Lily Rasjidi, Dasar-dasar Filsafat dan Teori Hukum, Bandung Citra Aditya Bakti, 2007.
Muhamad Erwin, 2012, Filsafat Hukum “Refleksi Kritis terhadap Hukum”, Jakarta ; PT. Raja Grafindo Persada.
H Zainuddin Ali, Filsafat Hukum, Sinar Grafika, 2006.
Website:
https://blowrian.wordpress.com/2015/03/26/roscoe-pound-law-a-tool-of-social-engineering-sociological-jurisprudence/