Selasa, 17 Juli 2018

SOSIOLOGICAL JURISPRUDENCE

KATA PENGANTAR
Puji syukur dihanturkan kepada Allah SWT yang telah memberi kan begitu berlimpahnya rahmat dan hidayat-Nya yang berupa waktu, ilmu, akal, dan fikiran dalam menyelesaikan tugas yang sangat berarti bagi kita mahasiswa/I Fakultas Hukum Universitas Pahlawan Tuanku Tambusai. Ucapan terima kasih tidak lupa pula kami berikan kepada dosen pengampu sekaligus pengajar serta pembimbing kami yakni bapak Nurjalal, S.HI., S.H., M.H yang telah memberikan suatu tunjuk ajar kepada kami sampai makalah yang berjudul “Aliran Sociological Jurisprudence” telah terselesaikan oleh kami.
Harapan kami bahwasanya makalah ini mudah-mudahan bermanfaat bagi kita semua dalam memahami aliran-aliran yang ada dalam hukum ini sebagai bekal kita dalam berdedikasi di dunia hukum nantinya. Tidak dapat dipungkiri bahwa makalah ini penuh dengan kekurangan diberbagai aspek, oleh sebab itu kami menerima dengan luas segala kritik-kritik dan saran yang dilontarkan oleh para pembaca yang akan kami jadikan dasar mereview kembali makalah ini.
Semoga makalah ini dapat sebagai acuan dan tunjuk ajar bagi kita semua, atas segala kerendahan hati kami mengucapkan terima kasih.

Bangkinang Kota, 2 Maret 2018

Penyusun

DAFTAR ISI

Kata Pengantar ............................................................................................................................ 1
Daftar Isi...............................................................................................................………………  2
BAB I PENDAHULUAN............................................................................................................  3
1.1   Latar Belakang............................................................................................................  3
1.2   Rumusan masalah......................................................................................................... 3
1.3   Tujuan………………………………………………………....................................... 3
BAB II PEMBAHASAN............................................................................................................... 5
2.1 Aliran Sociological Jurisprudence................................................................................ 5
2.2 Pandangan Teori Tentang Fenomena Sosial................................................................. 6
2.3 Kelebihan & Kekurangan……………....................................................................... 8
BAB III PENUTUP................................................................................................................... 9
3.1 Kesimpulan................................................................................................................ 9
3.2 Pendapat Hukum……………………………………………………………………. 10
Daftar Pustaka......................................................................................................................... 11


BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang
Filsafat hukum menurut Mr. Soetika (1997:2), mengatakan:
“filsafat hukum adalah mencari hakikat dari hukum, dia ingin mengetahui apa yang ada dibelakang hukum, mencari apa yang tersembunyi di dalam hukum, dia menyelidiki kaidah-kaidah hukum sebagai pertimbangan nilai, dia memberi penjelasan mengenai nilai, postulat (dasar-dasar) hukum sampai pada dasar-dasarnya, ia berusaha untuk mencapai akar-akar dari hukum.”
Didalam filsafat hukum ada beberapa mahzab/aliran, yaitu:
Aliran Hukum Alam
Aliran Hukum Positif
Aliran Utilitarianisme
Mahzab Sejarah
Aliran Sociological Hukum
Aliran Realisme Hukum
Aliran Hukum Islam
Diantara 7 mahzab/aliran diatas disini kita akan membahas tentang Aliran Sociological Hukum . Aliran Sociological Jurisprudence ialah aliran dimana mempelajari tentang  pengaruh timbal balik antara hukum dan masyarakat. Aliran ini dikembangkan oleh Roscoe Pound, Eugen Ehrlich, Benyamin Cordoza, dll.

1.2.  Rumusan masalah.
Apakah Sociological Jurisprudence?
Bagaimana pandangan aliran terhadap permasalahan sosial?
Apa kelebihan dan kekurangan aliran Sociological Jurisprudence?

1.3. Tujuan
Untuk mengetahui tentang Sociological Jurisprudence.
Mengetahui permasalahan social yang ditanggapi oleh Aliran Sociological Jurisprudence.
Mengetahui kelebihan dan kekurangan Aliran Sociological Jurisprudence.

BAB II
PEMBAHASAN

2.1. Aliran Sociological Jurisprudence
Aliran ini dikembangkan oleh Roscoe Pound, Eugen Ehrlich, Benyamin Cordoza, dll. Inti pemikiran mahzab ini menganggap bahwa hukum yang baik adalah hukum yang sesuai dengan kehidupan didalam masyarakat, dalam artian yaitu mempelajari tentang pengaruh timbul balik antara hukum dan masyarakat.
aliran sociological jurisprudence bisa dikatakan sebagai aliran yang memiliki berbagai pendekatan, dan dipandang dapat menedekatkan cita-cita akan hukum yang responsif dengan perkembangan masyarakat. Orang yang dianggap sebagai pelopor dari aliran sociological jurisprudence ialah Eugen Ehrlich (1826-1922) berdasarkan karyanya “Fundamental Principles of The Sociologi of Law”. Ajaran Ehrlich berpangkal pada pembedaan antara hukum positif dengan hukum yang hidup ( Living law), atau dengan kata lain suatu pembedaan antara kaidah-kaidah hukum dengan kaidah-kaidah sosial lainnya. Dia menyatakan bahwa hukum positif hanya akan efektif apabila selaras dengan hukum yang hidup dalam masyarakat, atau dengan apa yang disebut oleh atropolog sebagai kebudayaan ( culture patterns).
Aliran sociological jurisprudence muncul di Benua Eropa yang dipelopori ahli Hukum asal Austria bernama Eugen Ehrlich (1826-1922), dan berkembang di Amerika dengan pelopor Roscoe Pound. Istilah sociological dalam menamai aliran ini, menurut Paton kurang tepat dan dapat menimbulkan kekacauan. Ia lebih senang menggunakan istilah “metode fungsional”. Oleh karena itu, ada pula yang menyebut sociological jurisprudence ini dengan Functional Anthropological. Dengan menggunakan istilah “metode fungsional” seperti diungkapkan diatas, Paton ingin menghindari kerancuan antarasociological jurisprudence dan sosiologi hukum (the sociology of law).
Menurut Lily Rasjidi, perbedaan antara sociological jurisprudence dan sosiologi hukum adalah sebagai berikut:
1.    Sociological jurisprudence adalah nama aliran dalam filsafat hukum, sedangkan sosiologi hukum adalah cabang dari sosiologi
2.    Walaupun objek yang dipelajari oleh keduanya adalah tentang pengaruh timbal balik antara hukum dan masyarakat, namun pendekatannya berbeda.
3.    Sociological jurisprudence menggunakan pendekatan hukum ke masyarkat, sedangkan sosiologi hukum memilih pendekatan dari masyarakat ke hukum.
Roscoe Pound adalah salah satu ahli hukum yang beraliran Sociological Jurisprudence yang lebih mengarahkan perhatiannya pada ”Kenyataan Hukum” daripada kedudukan dan fungsi hukum dalam masyarakat. Kenyataan hukum pada dasarnya adalah kemauan publik, jadi tidak sekedar hukum dalam pengertian law in books. Sociological Jurisprudence menunjukkan kompromi yang cermat antara hukum tertulis sebagai kebutuhan masyarakat hukum demi terciptanya kepastian hukum (positivism law) dan living law sebagai wujud penghargaan terhadap pentingnya peranan masyarakat dalam pembentukan hukum dan orientasi hukum
Peran Strategis Hakim dalam Perspektif Sociological Jurisprudence.
Kehidupan hukum sebagai kontrol sosial terletak pada praktek pelaksanaan atau penerapan hukum tersebut. Tugas hakim dalam menerapkan hukum tidak melulu dipahami sebagai upaya social control yang bersifat formal dalam menyelesaikan konflik, tetapi sekaligus mendisain penerapan hukum itu sebagai upaya social engineering. Tugas yudisial hakim tidak lagi dipahami sekedar sebagai penerap undang-undang terhadap peristiwa konkrit (berupa berbagai kasus dan konflik) atau sebagai sekedar corong undang-undang (boncha de la loi) tetapi juga sebagai penggerak social engineering. Para penyelenggara hukum harus memperhatikan aspek fungsional dari hukum yakni untuk mencapai perubahan, dengan melakukan perubahan hukum selalu dengan menggunakan segala macam teknik penafsiran (teori hukum fungsional).

2.2. Pandangan Teori Tentang Fenomena Sosial
Aliran sociological jurisprudence bisa dikatakan sebagai aliran yang memiliki berbagai pendekatan, dan dipandang dapat menedekatkan cita-cita akan hukum yang responsif dengan perkembangan masyarakat. Orang yang dianggab sebagai pelopor dari aliran sociological jurisprudence ialah Eugen Ehrlich (1826-1922) berdasarkan karyanya “Fundamental Principles of The Sociologi of Law”. Ajaran Ehrlich berpangkal pada pembedaan antara hukum positif dengan hukum yang hidup ( Living law), atau dengan kata lain suatu pembedaan antara kaidah-kaidah hukum dengan kaidah-kaidah sosial lainnya. Dia menyatakan bahwa hukum positif hanya akan efektif apabila selaras dengan hukum yang hidup dalam masyarakat, atau dengan apa yang disebut oleh atropolog sebagai kebudayaan ( culture patterns).
Perlu dikembangkan aliransociological jurisprudence di Indonesia dimana hukum dibuat berdasarkan hukum yang hidup dalam masyarakat atau berdasarkan perkembangan masyarakat bukan disesuaikan dengan keberadaan global. Sebagai salah satu contoh peraturan tertulis yang dibuat tidak berdasarkan dengan kondisi dan perkembangan masyarakat Indonesia menurut penulis adalah Undang-Undang Nomor 44 tahun 2008 tentang Pornografi. Definisi pornografi dalam undang-undang tersebut dinilai terlalu luas sehingga dapat menimbulkan berbagai penafsiran.
Dalam pasal 1 UU nomor 44 tahun 2008 yang dimaksud dengan pornografi adalah gambar, sketsa, ilustrasi, foto, tulisan, suara, bunyi, gambar bergerak animasi, kartun, percakapan, gerak tubuh, atau bentuk pesan lainnya melalui berbagai bentuk media komunikasi dan/atau pertunjukkan di muka umum yang membuat kecabulan atau eksploitasi seksual yang melanggar norma kesusilaan dalam masyarakat. Menurut penulis, seharusnya pengertian pornografi harus dipersempit lagi, karena jika dilihat dari sebagian budaya-budaya masyarakat Indonesia ada yang secara hukum melanggar UU tersebut baik dari segi pakaian, tarian dan lain-lain.
Permasalahan yang muncul disini adalah mengapa sociological jurisprudencepenting untuk dikembangkan di Indonesia yang menganut positivisme hukum? Filosofisociological jurisprudence adalah hukum yang baik adalah hukum yang sesuai dengan hukum yang hidup dalam masyarakat. Dalam masyarakat Indonesia ada tiga hukum yang hidup dalam masyarakat yaitu hukum warisan Belanda, hukum adat dan hukum islam. Dengan adanya UU No. 44 tahun 2008 tentang Pornografi artinya pembentukan hukum ini tidak sesuai dengan hukum adat (adat istiadat) masyarakat Indonesia mengingat bangsa Indonesia adalah multicultural tetapi dibentuk berdasarkan kepentingan politik dan kelompok-kelompok tertentu saja.
Merupakan hal yang wajar jika banyak pihak yang kontra terhadap pembentukan undang-undang ini misalnya masyarakat Bali, Papua, Maluku dan NTT. Hal ini dikarenakan pemerintah dalam membuat undang-undang ini hanya memperhatikan unsure normatifnya saja (ratio) tetapi tidak memperhatikan unsure empirisnya (pengalaman) sehingga secara hukum (positivisme hukum), adat istiadat mereka dapat dipidana karena bertentangan dengan UU pornografi ini.
Sekalipun aliran hukum sociological jurisprudence kelihatan sangat ideal, dengan cita hukum masyarakat yang terus menerus berubah ini, karena mengutamakan bagaimana suatu hukum itu menjadi baik dan sesuai dengan nilai-nilai yang hidup dalam masyarakat tetapi aliran ini bukanlah tanpa kritik.  Ada 3 kelemahan dari aliran hukum ini yaitu:
1.      Aliran hukum ini tidak dapat memberikan kriteria yang jelas yang membedakan norma hukum dari norma sosial yang lain.
2.      Ehrlic meragukan posisi adat kebiasaan sebagai “sumber” hukum dan adat kebiasaan sebagai suatu “bentuk” hukum.
3.      Ehrlich menolak mengikuti logika perbedaan antara norma-norma hukum Negara yang khas dan norma-norma hukum dimana Negara hanya member sanksi pada fakta sosial.   
Aliran positivisme yang sedang berkembang di Indonesia saat ini tidak harus dihilangkan atau kemudian diganti dengan aliran hukum lain. Tetapi dalam merumuskan suatu aturan tertulis unsur normatif (ratio) dan empiric (pengalaman) harus ada. Kedua-duanya sama perlunya. Artinya hukum yang pada dasarnya berasal dari gejala-gejala atau nilai-nilai dalam masyarakat sebagai suatu pengalaman, kemudian dikonkritisasi menjadi norma-norma hukum melalui tangan-tangan ahli hukum sebagai hasil kerja ratio, yang seterusnya dilegalisasi atau diberlakukan sebagai hukum oleh Negara. Yang menjadi penting adalah bahwa cita-cita keadilan masyarakat dengan cita-cita keadilan yang dituju oleh penguasa harus selaras dan itu termanifestasikan dalam hukum.

2.3.  Kelebihan & Kekurangan
Kelebihan dari aliran Sosiological Jurisprudence :
Memperhatikan hukum yang mencerminkan nilai-nilai yang hidup dan di perlukan dalam kehidupan masyarakat,
bahwa titik berat perkembangan hukum terletak pada masyarakat itu sendiri dengan konsep dasarnya “living law” yang mencerminkan nilai-nilai yang hidup dalam masyarakat (volkgeist).
Kekurangan dari aliran Sosiological Jurisprudence :
ajaran tersebut tidak dapat memberikan kriteria yang jelas yang membedakan norma hukum dari norma sosial yang lain.
 meragukan pisisi adat kebiasaan sebagai “sumber” hukum dan adat kebiasaan sebagai suatu bentuk hukum.

BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
filsafat hukum adalah mencari hakikat dari hukum, dia ingin mengetahui apa yang ada dibelakang hukum, mencari apa yang tersembunyi di dalam hukum, dia menyelidiki kaidah-kaidah hukum sebagai pertimbangan nilai, dia memberi penjelasan mengenai nilai, postulat (dasar-dasar) hukum sampai pada dasar-dasarnya, ia berusaha untuk mencapai akar-akar dari hukum.
Aliran ini dikembangkan oleh Roscoe Pound, Eugen Ehrlich, Benyamin Cordoza, dll. Inti pemikiran mahzab ini menganggap bahwa hukum yang baik adalah hukum yang sesuai dengan kehidupan didalam masyarakat, dalam artian yaitu mempelajari tentang pengaruh timbul balik antara hukum dan masyarakat.
Aliran sociological jurisprudence muncul di Benua Eropa yang dipelopori ahli Hukum asal Austria bernama Eugen Ehrlich (1826-1922), dan berkembang di Amerika dengan pelopor Roscoe Pound. Istilah sociological dalam menamai aliran ini, menurut Paton kurang tepat dan dapat menimbulkan kekacauan. Ia lebih senang menggunakan istilah “metode fungsional”. Oleh karena itu, ada pula yang menyebut sociological jurisprudence ini dengan Functional Anthropological. Dengan menggunakan istilah “metode fungsional” seperti diungkapkan diatas, Paton ingin menghindari kerancuan antarasociological jurisprudence dan sosiologi hukum (the sociology of law).
Kelebihan dari aliran Sosiological Jurisprudence :
Memperhatikan hukum yang mencerminkan nilai-nilai yang hidup dan di perlukan dalam kehidupan masyarakat,
bahwa titik berat perkembangan hukum terletak pada masyarakat itu sendiri dengan konsep dasarnya “living law” yang mencerminkan nilai-nilai yang hidup dalam masyarakat (volkgeist).
Kekurangan dari aliran Sosiological Jurisprudence :
ajaran tersebut tidak dapat memberikan kriteria yang jelas yang membedakan norma hukum dari norma sosial yang lain.
 meragukan pisisi adat kebiasaan sebagai “sumber” hukum dan adat kebiasaan sebagai suatu bentuk hukum.

Pendapat Hukum
Sociological Jurisprudence adalah salah satu aliran yang ada hukum yang berpendapat bahwa hukum yang baik, hukum yang efisien adalah bersumber atau berdasar sesuai dengan kebutuhan yang hidup didalam masyarakat.




















DAFTAR PUSTAKA
Buku:
Lily Rasjidi, Dasar-dasar Filsafat dan Teori Hukum, Bandung Citra Aditya Bakti, 2007.
Muhamad Erwin, 2012, Filsafat Hukum “Refleksi Kritis terhadap Hukum”, Jakarta ; PT. Raja Grafindo Persada.
H Zainuddin Ali, Filsafat Hukum, Sinar Grafika, 2006.
Website:
https://blowrian.wordpress.com/2015/03/26/roscoe-pound-law-a-tool-of-social-engineering-sociological-jurisprudence/

Hukum Adat dan Kebudayaan Melayu di Provinsi Riau

KATA PENGANTAR
Puji syukur dihanturkan kepada Allah SWT yang telah memberi kan begitu berlimpahnya rahmat dan hidayat-Nya yang berupa waktu, ilmu, akal, dan fikiran dalam menyelesaikan tugas yang sangat berarti bagi kita mahasiswa/I Fakultas Hukum Universitas Pahlawan Tuanku Tambusai. Ucapan terima kasih tidak lupa pula kami berikan kepada dosen pengampu sekaligus pengajar serta pembimbing kami yakni bapak Hafiz Sutrisno, S.H., M.H yang telah memberikan suatu tunjuk ajar kepada kami sampai makalah yang berjudul “ADAT DAN KEBUDAYAAN MELAYU DI PROVINSI RIAU” telah terselesaikan oleh kami.
Harapan kami bahwasanya makalah ini mudah-mudahan bermanfaat bagi kita semua dalam memahami adat melayu yang ada dalam tanah lancing kuning  ini sebagai bekal kita dalam berwawasan di adat tempat kita tinggal. Tidak dapat dipungkiri bahwa makalah ini penuh dengan kekurangan diberbagai aspek, oleh sebab itu kami menerima dengan luas segala kritik-kritik dan saran yang dilontarkan oleh para pembaca yang akan kami jadikan dasar mereview kembali makalah ini.
Semoga makalah ini dapat sebagai acuan dan tunjuk ajar bagi kita semua, atas segala kerendahan hati kami mengucapkan terima kasih.

Bangkinang Kota, 11 Maret 2018

Penyusun


DAFTAR ISI


BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang
 Adat merupakan inti atau nukleus dari peradaban atau sivilisasi Melayu. Dapat ditafsirkan bahwa adat dalam kebudayaan Melayu ini, telah ada sejak manusia Melayu ada. Adat selalu dikaitkan dengan bagaimana manusia mengelola dirinya, kelompok, serta hubungan manusia dengan alam (baik alam nyata maupun gaib atau supernatural), dan hubungan manusia dengan Sang Pencipta. Dengan demikian adat memiliki makna yang “sinonim” dengan kebudayaan.
Tafsiran dibuat berdasarkan ujian dan analisis kritis terhadap data yang diperoleh dari rekaman atau peninggalan masa lalu itu. Sejarah dalam uraian berikut tidak terpisah dari budaya atau kebudayaan (cultural historygraphy)1. Berkaitan dengan kebudayaan melayu, sejarah pertumbuhannya dapat ditelusuri sejak zaman prasejarah. Pertama, peninggalan manusia prasejarah serta kebudayaannya masa itu, meliputi artefak dan fosil. Kedua, suku-suku bangsa yang waktu itu hidup terbelakang.2
Ungkapan adat Melayu menjelaskan, biar mati anak, jangan mati adat mencerminkan betapa pentingnya eksistensi adat dalam kehidupan masyarakat Melayu. Dalam konsep etnosains Melayu, dikatakan bahwa mati anak duka sekampung, mati adat duka senegeri, yang menegaskan keutamaan adat yang menjadi anutan seluruh lapisan masyarakat dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Dari sisi lain, makna ungkapan adat biar mati anak jangan mati adat mengandung makna bahwa adat (hukum adat) wajib ditegakkan, walaupun harus mengorbankan keluarga sendiri. Maknanya adalah adat adalah aspek mendasar dalam menjaga harmoni dan konsistensi internal budaya, yang menjaga keberlangsungan struktur sosial dan kesinambungan kebudayaan secara umum. Jika adat mati maka mati pula peradaban masyarakat pendukung adat tersebut. salah satu yang dihindari oleh orang Melayu adalah ia tidak tahu adat atau tidak beradat. Pernyataan ini bukan hanya sekedar hinaan, yang dimaknai secara budaya adalah kasar, liar, tidak bersopan santun, tidak berbudi—tetapi juga ia tidak beragama, karena adat Melayu adalah berdasar pada agama. Jadi tidak beradat sinonim maknanya dengan tidak beragama.3
Berikut kami akan mencoba mengupas tentang kebudayaan adat melayu terkhusus melayu Riau, khususnya melayu Kampar.

1.2.  Rumusan masalah.
Seperti apa sejarah adat melayu?
Seperti apa struktur adat melayu?
bagaimana cara menyelesaikan permasalahan adat melayu?
Apa kelebihan dan kekurangan adat melayu?

1.3. Tujuan
Untuk tuntunan tugas pembelajaran hukum adat/Adat Recht.
Mengetahui tentang adat melayu.
Sebagai pedoman untuk mengetahui teori-teori hukum adat melayu.
Untuk mengetahui struktur adat, kelebihan dan kekurangan adat melayu itu.
Mengetahui cara menyelesaikan permasalahan adat.

BAB II
PEMBAHASAN

2.1. Adat Melayu
Adat berasal dari bahasa Arab yang berarti kebiasaan. Masyarakat Alam Melayu yang telah menerima pengaruh Islam dan peradaban Arab, mengetahui arti dan konsep adat. Walau demikian halnya, ternyata bahwa hampir semua masyarakat Alam Melayu atau Nusantara, baik masyarakat itu telah menerima pengaruh peradaban Islam atau tidak, telah memadukan konsep itu dengan arti yang hampir sama dalam kebudayaan mereka.4 
Kebudayaan Melayu merupakan salah satu pilar penopang kebudayaan nasional Indonesia khususnya dan kebudayaan dunia umumnya. Masa lampau sebagian dari wilayah didunia seperti Indonesia, Malaysia, Brunei Darussalam, Singapura, Thailand, dan lain-lainya.
Sebelum islam, Melayu dikenal sebagai salah satu suku bangsa yang menggunakan bahasa tertentu yang disifatkan sebagai salah satu bahasa daerah. Dengan kepercayaan terhadap Hindu-Budha, mereka tersebar diseluruh Asia Tenggara dengan ciri-ciri budaya, dan keagamaan yang sama. Setelah islamisasi meluas di nusantara, istilah melayu ini digunakan untuk semua rumpun dinusantara, sehingga ia dikenal sebagai “Alam Melayu” atau “Dunia Melayu”. 
Dikalangan masyarakat banyak terdapat historiografi berupa hikayat, silsilah, babad, cerita, syair, dan sejenisnya yang mengungkapkan tentang ”perkembangan awal” islam diberbagai kawasan Asia Tenggara.5 Bangsa Melayu merupakan bangsa yang terbuka hal ini disebabkan oleh mata pencahariannya yang bersumber pada laut, sungai, dan alam sekitarnya, sehingga mereka memilih membuat kampong bahkan ibu kota kerajaan ditepi laut atau sungai. Akibatnya semua pengaruh dunia seperti agama, budaya, social-politik, dan ekonomi dunia mempengaruhi budaya bangsa melayu.
Sejak dahulu, bangsa melayu membina kebudayaan sendiri sehingga menjadi tahap tamaddun yang tinggi, yang telah memberi sumbangan terhadap budaya (culture) dan tamaddun (civilitation) dunia. Hasil seni arsitektur bangunan melayu champa dari abad ke-4 sampai 15 dan melayu jawa dengan candi stupanya, terutama candi Borobudur dan prambanan diabad ke-9 sampai 13.

Sejarah kebudayaan melayu bermula dari sungai melayu seperti yang tercatat didalam ”Sejarah Melayu”. Melayu yang terdapat didalam sejarah tersebar diseluruh wilayah pesisir dan maritimebased diawal-awal abad masehi merupakan kerajaan maritime bukannya kerajaan agrarianbased. Kerajaan melayu yang lainnya seperti Pasai, Aru, Inderagiri, Rokan, Tungkal, Melaka, Aceh, Johor-Riau-Lingga, dll.
Ada 6 macam puak melayu yang ada di Riau
Puak melayu Riau–Lingga, mendiami kekas kerajaan Riau–Lingga, yaitu sebagian besar daerah kepulauan Riau yang sekarang terdiri dari kabupaten kepulauan Riau, karimun dan natuna. Mereka sebagian telah nikah–kawin dengan perantau Bugis dalam abab ke- 18.
Puak melayu Siak, mendiami bekas kerajaan Siak yang sebagian besar merupakan daerah aliran sungai Siak. Mereka sebagian nikah–kawin dengan keturunan Arab sehingga sebagian dari sultan Siak keturunan Arab.
Puak melayu Kampar, mendiami daerah aliran batang Kampar, mereka ada yang nikah–kawin dengan perantau minangkabau dan ada pula dengan orang jawa yang menjadi Romusha Jepang.
Puak melayu Indragiri, mendiami daerah Indragiri takni daerah aliran sungai Indragiri, mereka ada yang nikah–kawin dengan perantau Banjar dan juga keturuanan Arab.
Puak melayu Rantau Kuantan, mendiami daerah aliran Batang Kuantan yang telah masuk kedalam kabupaten Kuantan Singingi.
Puak melayu Petalangan, mendiami daerah Belantara  yang dilalui beberapa cabang (anak) sungai didaerah Pangkalan Kuras.


Struktur Pemerintahan Adat Melayu.


















Sultan : sebagai penghulu yang dituakan yang dikenal dengan datuk agung sebagai puncak pemerintahan.
Kedatuan Sejawat : berkedudukan sebagai menteri dalam pelaksanaan tugas membantu penghulu besar nan agung, bahkan diantaranya diberi porsi sebagai jawatan penasehat system kerajaan.
Hulubalang/Panglima : sebagai pengawal yang disesuaikan dengan kedudukan datuk pada keadaan-keadaan umum. Bilamana ada keaadaan khusus dapat menjadi utusan/perwakilan atas perintah sultan tertinggi.
Kedatuan Kelompok : yang memimpin kelompok-kelompok kesukuan atau kelompok-kelompok diperkampungan dalam kepemerintahan sultan.
Penghulu Besar : orang yang menerima amanah dari sultan atau orang yang ditunjuk oleh kelompok masyaraakt tertentu dalam wilayah tertentu sebagai orang yang dituakan untuk memimpin daerah tersebut yang di pilih dan dilaksanakan sesuai dengan system kultur pemerintahan adat setempat.
Penghulu kecik : memimpin kelompok yang lebih kecil atau kampung-kampung yang kecil didalam pemerintahan kesultanan tersebut.
Datuk penghulu&batin : terhubung pada hal diatas “Penghulu kecik” perpanjang tangan datuk penghulu besar. Batin juga merupakan perpanjangan datuk penghulu besar yang memimpin kelompok-kelompok kecil.
Sebagai penopang ritualisasi keagamaan didalam kesultanan terdapat beberapa gelar ataupun posisi tertentu yang berhubungan dengan system kesultanan diatas baik yang agung, yang besar, ataupun yang kecil, diantara nya:
Datuk Malin/Malin
Datuk Paqih/Poqio
Datuk Labay/Lobay
Datuk Kadi/Sang Angku Kadi
Orang-orang ini merupakan penopang utama dalam social keyakinan keagamaan dikerajaan melayu seperti: untuk berdoa pada acara-acara tertentu dan/ melakukan ritualisasi perkawinan menurut syariat islam dikerajaan melayu. Hal ini dikarenakan pada umumnya kerajaan melayu identic erat dengan keagamaan islam.

2.2. Cara Penyelesaian Masalah Adat Melayu
Pelaksanaan hukum adat melayu pada satu sisi tergantung kepada tingkat persoalan yang terjadi, diantaranya dapat diselesaikan secara kedatuan yang bersifat keangkuan (ulama yang tersebut diatas) atau pada tingkat system pemerintahannya yang akan dilakukan oleh datuk para penghulu.
System hukuman yang berlaku adalah berdasarkan hukum kebiasaan yang berlaku didaerah ataupun perkampungan tersebut berdasarkan azas musyawarah mufakat. Hukum tersebut dapat berupa :
Hukum social (perlakuan sikap sosial) ditengah masyarakat atau kampong tersebut.
Hukum berupa denda benda/materi pada istilah lain disebut juga sabagai DAM. Dapat berupa padi/beras, hewan ternak, emas, dsb. Sesuai dengan keputusan hasil musyawarah.
Sanksi berat dapat merupakan pengusiran atau penghapusan identitas dari kampong tersebut.

2.3.  Kelebihan & Kekurangan Adat Melayu
Kelebihan dan kekurangan suatu adat terletak pada system berlakunya adat tersebut, dimana pada saat zaman sekarang system pemerintahan secara nasional mempengaruhi system pemerintahan adat dan budaya yang dikenal sebagai evolusi budaya.
Hal ini terjadi seringkali pada keadaan tertentu hukum legalitas pemerintahan bisa berbenturan dengan hukum adat.

BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Adat berasal dari bahasa Arab yang berarti kebiasaan. Masyarakat Alam Melayu yang telah menerima pengaruh Islam dan peradaban Arab, mengetahui arti dan konsep adat. Walau demikian halnya, ternyata bahwa hampir semua masyarakat Alam Melayu atau Nusantara, baik masyarakat itu telah menerima pengaruh peradaban Islam atau tidak, telah memadukan konsep itu dengan arti yang hampir sama dalam kebudayaan mereka
Sejak dahulu, bangsa melayu membina kebudayaan sendiri sehingga menjadi tahap tamaddun yang tinggi, yang telah memberi sumbangan terhadap budaya (culture) dan tamaddun (civilitation) dunia. Hasil seni arsitektur bangunan melayu champa dari abad ke-4 sampai 15 dan melayu jawa dengan candi stupanya, terutama candi Borobudur dan prambanan diabad ke-9 sampai 13.
Sejarah kebudayaan melayu bermula dari sungai melayu seperti yang tercatat didalam ”Sejarah Melayu”. Melayu yang terdapat didalam sejarah tersebar diseluruh wilayah pesisir dan maritimebased diawal-awal abad masehi merupakan kerajaan maritime bukannya kerajaan agrarianbased. Kerajaan melayu yang lainnya seperti Pasai, Aru, Inderagiri, Rokan, Tungkal, Melaka, Aceh, Johor-Riau-Lingga, dll.

Struktur Pemerintahan Adat Melayu.
Sultan : sebagai penghulu yang dituakan yang dikenal dengan datuk agung sebagai puncak pemerintahan.
Kedatuan Sejawat : berkedudukan sebagai menteri dalam pelaksanaan tugas membantu penghulu besar nan agung, bahkan diantaranya diberi porsi sebagai jawatan penasehat system kerajaan.
Hulubalang/Panglima : sebagai pengawal yang disesuaikan dengan kedudukan datuk pada keadaan-keadaan umum. Bilamana ada keaadaan khusus dapat menjadi utusan/perwakilan atas perintah sultan tertinggi.
Kedatuan Kelompok : yang memimpin kelompok-kelompok kesukuan atau kelompok-kelompok diperkampungan dalam kepemerintahan sultan.
Penghulu Besar : orang yang menerima amanah dari sultan atau orang yang ditunjuk oleh kelompok masyaraakt tertentu dalam wilayah tertentu sebagai orang yang dituakan untuk memimpin daerah tersebut yang di pilih dan dilaksanakan sesuai dengan system kultur pemerintahan adat setempat.
Penghulu kecik : memimpin kelompok yang lebih kecil atau kampung-kampung yang kecil didalam pemerintahan kesultanan tersebut.
Datuk penghulu&batin : terhubung pada hal diatas “Penghulu kecik” perpanjang tangan datuk penghulu besar. Batin juga merupakan perpanjangan datuk penghulu besar yang memimpin kelompok-kelompok kecil.
Sebagai penopang ritualisasi keagamaan didalam kesultanan terdapat beberapa gelar ataupun posisi tertentu yang berhubungan dengan system kesultanan diatas baik yang agung, yang besar, ataupun yang kecil, diantara nya:
Datuk Malin/Malin
Datuk Paqih/Poqio
Datuk Labay/Lobay
Datuk Kadi/Sang Angku Kadi
Orang-orang ini merupakan penopang utama dalam social keyakinan keagamaan dikerajaan melayu seperti: untuk berdoa pada acara-acara tertentu dan/ melakukan ritualisasi perkawinan menurut syariat islam dikerajaan melayu. Hal ini dikarenakan pada umumnya kerajaan melayu identic erat dengan keagamaan islam.
Pelaksanaan hukum adat melayu pada satu sisi tergantung kepada tingkat persoalan yang terjadi, diantaranya dapat diselesaikan secara kedatuan yang bersifat keangkuan (ulama yang tersebut diatas) atau pada tingkat system pemerintahannya yang akan dilakukan oleh datuk para penghulu.
System hukuman yang berlaku adalah berdasarkan hukum kebiasaan yang berlaku didaerah ataupun perkampungan tersebut berdasarkan azas musyawarah mufakat. Hukum tersebut dapat berupa :
Hukum social (perlakuan sikap sosial) ditengah masyarakat atau kampong tersebut.
Hukum berupa denda benda/materi pada istilah lain disebut juga sabagai DAM. Dapat berupa padi/beras, hewan ternak, emas, dsb. Sesuai dengan keputusan hasil musyawarah.
Sanksi berat dapat merupakan pengusiran atau penghapusan identitas dari kampong tersebut.
Kelebihan dan kekurangan suatu adat terletak pada system berlakunya adat tersebut, dimana pada saat zaman sekarang system pemerintahan secara nasional mempengaruhi system pemerintahan adat dan budaya yang dikenal sebagai evolusi budaya.
Hal ini terjadi seringkali pada keadaan tertentu hukum legalitas pemerintahan bisa berbenturan dengan hukum adat.
Saran
Hukum adat melayu agar tidak menjadi sebuah simbolik belaka haruslah seyogyanya mendapat pengakuan legitiminasi dari system pemerintahan yang berlaku secara global nasional. Memang tidak semudah membalikkan telapak tangan namun hal itu ada seperti daerah-daerah yang berotonomi khusus, contohnya: Yogyakarta, NAD, dan Irian Jaya.
Mereka diaplikasikan dalam otonomi khusus dengan system pemerintahan aplikasi akar budaya setempat. Pada tingkat lanjut, dapat disarankan pewarisan culture budaya secara continue antara pemerintah daerah dengan masyarakat-masyarakat pelaku budaya tersebut.
Sebagai contoh aplikasi yang senantiasa bertentangan, kepemilikan sebuah tanah culture budaya diatur oleh para penghulu yang disebut sebagai ninik mamak. Namun tidak jarang pengaturan ini disengaja atau tidak sengaja terbentur oleh system hukum positif yang dimulai dari system kedesaan/kelurahan.

Pendapat Lain.
Melayu/Malakawi (Mala/Malay:Melayu ; Kawi:tua). Dari peradaban Minanga/Minanga Champlar yang konon akhirnya disebut dengan Kampar dari etnis orang-orang Kampar. Bahwasanya kata adat sebelum masuk islam telah ada disebut dengan Ghandak yang luluh menjadi kata Ghadat sebagai imbuhan perilaku yang ditetapkan, yang akhirnya berevolusi menjadi kata adat.
DAFTAR PUSTAKA
Elmustian Rahman;Tien Marni;Zulkarnai. 2003. Alam Melayu Sejumlah Gagasan Menjemput Keagungan. UNRI PRESS. Pekanbaru
Mahdini, 2002, Islam dan Kebudayaan Melayu, Yayasan Pusaka Riau, Pekanbaru
Ali Akbar Dt Pangeran, 2006, Islam dan Adat Andiko 44 Melayu Riau, LAMR Pekanbaru, Pekanbaru
Ahmad Firdaus, Profil Adat Kabupaten Kampar, CV Geometric Tehnik Consultant, Bangkinang
Zainal Kling, 2004
Tennas Efendi, 2004

Narasumber:
Herry Tontuo, Tokoh Masyarakat Kampar, Budayawan Kampar, Seniman Kampar

Rabu, 13 Juni 2018

TEORI BERLAKUNYA HUKUM ISLAM DI INDONESIA

BAB I
PENDAHULUAN
Latar belakang
Kebebasan beragama merupakan salah satu hak dasar yang dimiliki oleh setiap manusia di dunia dalam rangka mencari Tuhannya. Kebebasan beragama ini memiliki empat aspek, yaitu kebebasan nurani , kebebasan mengekspresikan keyakinan agama, kebebasan melakukan perkumpulan keagamaan, dan Kebebasan melembagakan keyakinan keagamaan.
Kebebasan dan toleransi merupakan dua hal yang sering kali dipertentangkan dalam kehidupan manusia, secara khusus dalam komunitas yang beragam. Persoalan tersebut menjadi lebih pelik ketika dibicarakan dalam wilayah agama.
Kebebasan beragama dianggap sebagai sesuatu yang menghambat kerukunan (tidak adanya toleransi), karena dalam pelaksanaan kebebasan, mustahil seseorang tidak menyentuh kenyamanan orang lain. Akibatnya, pelaksanaan kebebasan menghambat jalannya kerukunan antarumat beragama.
Demikian juga sebaliknya, upaya untuk merukunkan umat beragama dengan menekankan toleransi sering kali dicurigai sebagai usaha untuk membatasi hak kebebasan orang lain. Toleransi dianggap sebagai alat pasung kebebasan beragama.
Kebebasan beragama pada hakikatnya adalah dasar bagi terciptanya kerukunan antarumat beragama. Tanpa kebebasan beragama tidak mungkin ada kerukunan antarumat beragama.
Akan tetapi, toleransi antarumat beragama adalah cara agar kebebasan beragama dapat terlindungi dengan baik. Keduanya tidak dapat diabaikan. Namun, yang sering kali terjadi adalah penekanan dari salah satunya, yaitu penekanan kebebasan yang mengabaikan toleransi dan usaha untuk merukunkan dengan memaksakan toleransi dengan membelenggu kebebasan.
Rumusan Masalah
Apa pengertian hukum Islam?
Bagaimana latar belakang munculnya teori-teori hukum Islam di Indonesia?
Apa saja teori – teori hukum Islam yang berlaku di Indonesia?
Apa pengaruh teori – teori hukum Islam terhadap Indonesia?

Tujuan
Mengetahui pengertian hukum Islam.
Mengetahui latar belakang munculnya teori-teori hukum Islam di Indonesia.
Mengetahui teori-teori hukum yang berlaku di Indonesia.
Menjelaskan pengaruh teori-teori tersebut terhadap hukum Islam di Indonesia

















BAB II
ISI

PENGERTIAN HUKUM ISLAM
Hukum Islam adalah hukum yang bersumber dan menjadi bagian dari agama Islam. Dasar hukum Islam adalah Al-Qur’an, Al-Hadist, Ijma’, Qiyas, dan Ijtihad. Hukum ini mengatur berbagai hubungan, yaitu hubungan manusia dengan Tuhan, hubungan manusia dengan dirinya sendiri,hubungan manusia dengan manusia lain dan hubungan manusia dengan benda dalam masyarakat serta alam sekitarnya (Mohammad Daud Ali, 1996: 39).
1. Al-Qur’an
Al-Qur’an selain sebagai kitab suci umat Islam, juga dijadikan sebagai sumber hukum utama dalam ajaran Islam. Kitab suci yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW melalui perantara Malaikat Jibril ini berisi berbagai kandungan mulai dari perintah, anjuran, larangan, ketentuan, dan lain-lain.
2. Al-Hadist
Al-Hadist merupakan segala sesuatu yang berlandaskan pada ajaran Rasulullah SAW baik perkataan, perilaku, persetujuan, dan sifat yang beliau contohkan. Hadis juga merupakan sumber acuan hukum Islam terkuat kedua setelah Al-Quran.
3. Ijma’ Ulama
Ijma’ ulama adalah kesepakatan dari para ulama yang mengambil kesimpulan berdasarkan dalil-dalil yang terdapat pada Al-Quran dan Al-Hadist. Para ulama mengambil langkah ini karena perkara atau kasus yang ada tidak dijelaskan secara terperinci baik di dalam Al-Quran maupun Al-Hadist. Yang menjadi penting adalah hasil Ijma’ yang dilakukan oleh para ulama tidak boleh bertentangan dengan nilai-nilai Al-Quran dan Al-Hadist.
4. Qiyas
Qiyas adalah menjelaskan sesuatu yang tidak mempunyai dalil nashnya dalam Al-Quran maupun Al-Hadist yang dilakukan dengan cara membandingkan sesuatu yang serupa atau hampir sama dengan sesuatu yang hendak diketahui hukumnya tersebut dan sudah jelas hukumnya di Al-Quran maupun Al-hadist. Misalnya, dalam Al-Quran dijelaskan bahwa segala sesuatu yang dapat memabukkan adalah haram hukumnya.
5. Ijtihad
usaha yang sungguh-sungguh, yang sebenarnya bisa dilaksanakan oleh siapa saja yang sudah berusaha mencari ilmu untuk memutuskan suatu perkara yang tidak dibahas dalam Al Quran maupun hadis dengan syarat menggunakan akal sehat dan pertimbangan matang

LATAR BELAKANG MUNCULNYA TEORI HUKUM ISLAM

Islam telah diterima oleh bangsa Indonesia jauh sebelum penjajah datang ke Indonesia. Waktu penjajah Belanda datang ke Indonesia (Hindia Belanda), bangsa Indonesia telah menyaksikan kenyataan bahwa di Hindia Belanda telah menganut sistem hukum, yaitu agama yang dianut di Hindia Belanda, seperti Hukum Islam, Hindu Budha, dan Nasrani serta hukum adat bangsa Indonesia.

Berlakunya  hukum Islam bagi sebagian besar penduduk Hindia Belanda, berkaitan dengan munculnya kerajaan-kerajaan Islam setelah runtuhnya Majapahit pada sekitar tahun 1581. Walaupun pada mulanya kedatangan Belanda yang notabene beragama Kristen Protestan ke Indonesia tidak ada kaitannya dengan masalah hukum (agama), namun pada perkembangan selanjutnya, berkaitan dengan kepentingan penjajah, akhirnya mereka tidak bisa menghindari persentuhan masalah hukum dengan penduduk pribumi.
Berhubungan dengan masalah hukum adat di Indonesia dan hukum agama bagi masing-masing pemeluknya, munculah beberapa teori-teori hukum diantaranya adalah teori Receptio In Complexu dan teori Receptie yang muncul sebelum kemerdekaan Indonesia. Tiga teori lainnya, yaitu teori Receptie Exit, Receptie A Contrario, dan teori Eksistensi muncul setelah Indonesia merdeka.

TEORI – TEORI HUKUM ISLAM
1. Teori Reception In Complexu
Teori Receptio in Complexu ini, dipelopori oleh Lodewijk Willem Christian van den Berg tahun 1845-1925. Teori Receptio In Complexu menyatakan bahwa bagi setiap penduduk berlaku hukum agamanya masing-masing. Bagi orang Islam berlaku penuh hukum Islam sebab ia telah memeluk agama Islam. Teori Receptio In Complexu ini telah diberlakukan di zaman VOC sebagaimana terbukti dengan dibuatnya berbagai kumpulan hukum untuk pedoman pejabat dalam menyeleaikan urusan-urusan hukum rakyat pribumi yang tinggal di dalam wilayah kekuasaan VOC yang kemudian dikenal sebagai Nederlandsch Indie. Contohnya, Statuta Batavia yang saat ini desebut Jakarta 1642 pada menyebutkan bahwa sengketa warisan antara pribumi yang beragama Islam harus diselesaikan dengan mempergunakan hukum Islam, yakni hukum yang dipergunakan oleh rakyat sehari-hari. Untuk keperluan ini, D.W Freijer menyusun buku yang memuat hukum perkawinan dan hukum kewarisan Islam.
2. Teori Receptie
Teori Receptie dipelopori oleh Christian Snouck Hurgronje dan Cornelis van Volenhoven pada tahun 1857-1936. Teori ini dijadikan alat oleh Snouck Hurgronye agar orang-orang pribumi jangan sampai kuat memegang ajaran Islam dan hukum Islam. Jika mereka berpegang terhadap ajaran dan hukum Islam, dikhawatirkan mereka akan sulit menerima dan dipengaruhi dengan mudah oleh budaya barat. Teori ini bertentangan dengan Teori Reception In Complexu. Menurut teori Receptie, hukum Islam tidak secara otomatis berlaku bagi orang Islam. Hukum Islam berlaku bagi orang Islam jika sudah diterima atau diresepsi oleh hukum adat mereka. Oleh karena itu, hukum adatlah yang menentukan berlaku tidaknya hukum Islam. Sebagai contoh teori Receptie saat ini di Indonesia diungkapkan sebagai berikut.
Hukum Islam yang bersumber dari Al-Qur’an dan Al-Hadits hanya sebagian kecil yang mmpu dilaksanakan oleh orang Islam di Indonesia. Hukum pidana Islam yang bersumber dari Al-Qur’an dan Al-Hadits tidak mempunyai tempat eksekusi bila hukum yang dimaksud tidak diundangkan di Indonesia. Oleh karena itu, hukum pidana Islam belum pernah berlaku kepada pemeluknya secara hukum ketatanegaraan di Indonesia sejak merdeka sampai saat ini. Selain itu, hukum Islam baru dapat berlaku bagi pemeluknya secara yuridis formal bila telah diundangkan di Indonesia. Teori ini berlaku hingga tiba di zaman kemerdekaan Indonesia.


3. Teori Receptie Exit
Teori Receptie Exit diperkenalkan oleh Prof. Dr. Hazairin, S.H. Menurutnya setelah Indonesia merdeka, tepatnya setelah Proklamasi Kemerdekaan Indonesia dan Undang-Undang Dasar 1945 dijadikan Undang-Undang Negara Republik Indonesia, semua peraturan perundang-undangan Hindia Belanda yang berdasarkan teori Receptie bertentangan dengan jiwa UUD 1945. Dengan demikian, teori Receptie itu harus exit alias keluar dari tata hukum Indonesia merdeka.
Teori Receptie bertentangan dengan Al-Qur’an dan Sunnah. Secara tegas UUD 1945 menyatakan bahwa “Negara berdasar atas Ketuhanan Yang Maha Esa” dan “Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadat menurut agamanya dan kepercayaannya itu.” Demikian dinyatakan dalam pasal 29 (1) dan (2). Menurut teori Receptie Exit, pemberlakuan hukum islam tidak harus didasarkan pada hukum adat. Pemahaman demikian kebih dipertegas lagi, antara lain dengan berlakunya UU No. 1 tahun 1974 tentang perkawinan, yang memberlakukan hukum Islam bagi orang Islam (pasal 2 ayat 1), UU No. 7 tahun 1989 tentang Peradilan Agama, Instruksi presiden No. 1 tahun 1991 tentang Kompulasi Hukum Islam di Indonesia (KHI).  
4. Teori Receptie A Contrario
Teori Receptie Exit yang diperkenalkan oleh Hazairin dikembangkan oleh Sayuti Thalib, S.H. dengan memperkenalkan Teori Receptie A Contrario. Teori Receptie A Contrario yang secara harfiah berarti lawan dari Teori Receptie menyatakan bahwa hukum adat berlaku bagi orang Islam kalau hukum adat itu tidak bertentangan dengan agama Islam dan hukum Islam. Sebagai contoh, umpamanya di Aceh, masyarakatnya menghendaki agar soal-soal perkawinan dan soal warisan diatur berdasarkan hukum Islam. Apabila ada ketentuan adat boleh saja dipakai selama itu tidak bertentangan dengan hukum Islam. Dengan demikian, dalam Teori Receptie A Contrario, hukum adat itu baru berlaku kalau tidak bertentangan dengan hukum Islam. Inilah Sayuti Thalib dengan teori Reception A Contrario.
5. Teori Eksistensi
Sebagai kelanjutan dari teori Receptie Exit dan teori Reception A Contrario, menurut Ichtijanto S.A, muncullah teori Eksistensi. Teori Eksistensi adalah teori yang menerangkan adanya hukum Islam dan hukum Nasional Indonesia. Menurut teori ini, eksistensi atau keberadaan hukum Islam dan hukum nasional itu ialah:
Ada, dalam arti hukum Islam berada dalam hukum nasional sebagai bagian yang integral darinya.
Ada, dalam arti adanya kemandiriannya yang diakui berkekuatan hukum nasional dan sebagai hukum nasional.
Ada, dalam hukum nasional, dalam arti norma hukum Islam sebagai penyaring bahan-bahan hukum nasional Indonesia.
Berdasarkan teori Eksistensi diatas, maka keberadaan hukum Islam dalam tata hukum nasional merupakan suatu kenyataan yang tidak dapat dibantah adanya. Bahkan lebih dari itu, hukum Islam merupakan bahan utama dari hukum nasional.



PENGARUH TEORI – TEORI HUKUM ISLAM TERHADAP TATA HUKUM DI INDONESIA
Menurut Ismail Suny, kedudukan hukum Islam pada masa Hindia Belanda dibagi menjadi dua periode yaitu: Periode penerimaan hukum Islam sepenuhnya dan Periode penerimaan hukum Islam dan hukum adat.
Periode penerimaan hukum Islam sepenuhnya, berlangsung pada masa dianutnya teori Receptio In Complexu, dengan memberlakukan hukum Islam secara penuh terhadap orang Islam, karena mereka telah memeluk agama Islam. Sedangkan periode penerimaan hukum Islam oleh hukum adat berlangsung pada masa dianutnya teori Receptie yang memberlakukan hukum Islam terhadap orang Islam, apabila hukum Islam itu telah dikehendaki dan diterima serta menjadi hukum adat mereka. Selanjutnya setelah Indonesia merdeka, kedudukan hukum Islam dalam ketatanegaraan Indonesia dibagi menjadi dua periode, yaitu penerimaan hukum Islam sebagai sumber persuasif atau Persuasive Source dan penerimaan hukum Islam sebagai sumber otoritatif atau Authoritative Source.
Hukum Islam sebagai sumber persuasif yang dalam hukum konstitusi disebut dengan persuasive source. Yakni bahwa suatu sumber hukum baru dapat diterima hanya setelah diyakini. Hukum Islam sebagai sumber otoritatif, yang dalam hukum konstitusi dikenal dengan Authoritative Source, yakni sebagai sumber hukum yang langsung memiliki kekuatan hukum.




BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Teori-teori Hukum Islam di Indonesia terdiri dari :
Teori Reception In Complexu
Teori Receptio in Complexu ini, dipelopori oleh Lodewijk Willem Christian van den Berg tahun 1845-1925. Teori Receptio In Complexu menyatakan bahwa bagi setiap penduduk berlaku hukum agamanya masing-masing.
Teori Receptie
Teori Receptie dipelopori oleh Christian Snouck Hurgronje dan Cornelis van Volenhoven pada tahun 1857-1936. Teori ini dijadikan alat oleh Snouck Hurgronye agar orang-orang pribumi jangan sampai kuat memegang ajaran Islam dan hukum Islam.
Teori Receptie Exit
Teori Receptie Exit diperkenalkan oleh Prof. Dr. Hazairin, S.H. Menurutnya setelah Indonesia merdeka, tepatnya setelah Proklamasi Kemerdekaan Indonesia dan Undang-Undang Dasar 1945 dijadikan Undang-Undang Negara Republik Indonesia, semua peraturan perundang-undangan Hindia Belanda yang berdasarkan teori Receptie bertentangan dengan jiwa UUD 1945. Dengan demikian, teori Receptie itu harus exit alias keluar dari tata hukum Indonesia merdeka.
Teori Receptie A Contrario
Teori Receptie Exit yang diperkenalkan oleh Hazairin dikembangkan oleh Sayuti Thalib, S.H. dengan memperkenalkan Teori Receptie A Contrario. Teori Receptie A Contrario yang secara harfiah berarti lawan dari Teori Receptie menyatakan bahwa hukum adat berlaku bagi orang Islam kalau hukum adat itu tidak bertentangan dengan agama Islam dan hukum Islam.

Teori Eksistensi
Menurut Ichtijanto S.A, muncullah teori Eksistensi. Teori Eksistensi adalah teori yang menerangkan adanya hukum Islam dan hukum Nasional Indonesia.
Pengaruh Hukum Islam terhadap hukum di Indonesia: Periode penerimaan hukum Islam sepenuhnya, berlangsung pada masa dianutnya teori Receptio In Complexu, dengan memberlakukan hukum Islam secara penuh terhadap orang Islam, karena mereka telah memeluk agama Islam. Sedangkan periode penerimaan hukum Islam oleh hukum adat berlangsung pada masa dianutnya teori Receptie yang memberlakukan hukum Islam terhadap orang Islam, apabila hukum Islam itu telah dikehendaki dan diterima serta menjadi hukum adat mereka. Selanjutnya setelah Indonesia merdeka, kedudukan hukum Islam dalam ketatanegaraan Indonesia dibagi menjadi dua periode, yaitu penerimaan hukum Islam sebagai sumber persuasif atau Persuasive Source dan penerimaan hukum Islam sebagai sumber otoritatif atau Authoritative Source.

Saran
Di harapkan Setelah membaca makalah ini pembaca dapat mengerti dengan apa telah di paparkan dalam makalah ini,dan semoga dapat di terapkan dalam kehidupan sehari – hari.







DAFTAR PUSTAKA
Al-Maraghi, Ahmad Mustafa. TT. Tafsir al-Maraghi, Juz I. Beirut: Dar al-Fikr.
Daud Ali Mohammad. 1999. Hukum Islam Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Islam di Indonesia. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.
Fatah, Syekh Abdul. 1990. Tarikh al-Tasyri al-Islam. Kairo: Dar al-Ittihad al’Arabi.
Hamka. 1976. Sejarah Umat Islam. Jakarta: Bulan Bintang.
Mansyur. 1991. Sejarah Minangkabau. Jakarta: Bhara.
Ridla, Muhammad Rasyid. TT. Tafsir al-Manar, Juz I. Bairut: Dar al-Fikr.
Suepomo. 1977. Bab-Bab Tentang Hukum Adat. Jakarta: Pradnya Paramita.
Yamanni, Ahmad Zaki. 1388 H. Islamic Law and Contemporary Issues. Jeddah: The Saudi Publishing House.

PRINSIP-PRINSIP MANAJEMEN PUBLIK

BAB I PENDAHULUAN
Latar Belakang
   Manajemen publik merupakan suatu spesialisasi baru tetapi berakar dari pendekatan normative,woodrow wilson sbg penulis “the study of administration”(1887).didalam aliran itu dibicarakan benar-benar manajemen publik.wilson meletakkan empat prinsip dasar bagi studi administrasi publik yg mewarnai manajemen publik sampai skrng yaitu:
-pemerintah sbg setting utama organisasi
-fungsi eksekutif sbg fokus utama
-metode perbandingan sbg suatu metode studi pengembangan bidang administrasi publik.
          Prinsip-pinsip manajemen publik yg diklaim sbg prinsip-prinsip universal yg dikenal sbg POSDCORB (planing,organizing,staffing,directing,coordinating,reporting,dan budgeting) kemudian prinsip-prinsip ini dikritik dalam karya (administrative behavior) kritik ini memberikan ruang baik kemunduran pengembangan fungsi manajemen publik waktu itu,

Rumusan Masalah
1.apa defenisi dari manajemen publik?
2.apa-apa saja prinsip manajemen publik

Tujuan Penyusunan Makalah
a.untuk menjelaskan defenisi lebih jelas tentang manajemen publik.
b.untuk menjelaskan lebih rinci tentang prinsip-prinsip manajemen publik
















BAB II PEMBAHASAN

2.1 Prinsip-Prinsip manajemen publik
     A.pengertian manajemen publik
             manajemen publik merupakan media ataupun aktor penentu yg memeiliki peran dalam setiap permaslahan sosial dan hal tsb dilakukan dgn bentuk wacana atau debat dan melakukan perbaikan serta melaksanakan setiap amanah rakyat sbg bntuk akuntabilitas kepada rakyat.dalam hal ini manajemen publik banyak meminjam prinsip-prinsip manajemen dai ilmu ekonomi dgn sedikit modifikasi untuk mnyesuaikan dalam pengaplikasiannya di sektor publik.

B.Prinsip-Prinsip manajemen publik
        Prinsip-prinsip manajemen adalah dasar-dasar dan nilai yg menjadi inti dari keberhasilan sebuah manajemen.menurut henry fayol,prinsip-prinsip dalam manajemen sebaiknya bersifat lentur dalam arti bahwa perlu dipertimbangkan sesuai dgn kondisi-kondisi khusus dan situasi-situasi yg berubah.prinsip-prinsip umum manajemen menurut henry fayol adalah sebagai berikut:

a.pembagian kerja(division of work)
b.wewenang dan tanggung jawab(authority and responsibility)
c.disiplin(discipline)
d.kesatuan perintah(unity of command)
e.kesatuan pengarahan(unity of direction)
f.mengutamakan kepentingan organisasi diatas kepentingan sendiri
g.penggajian pegawai
h.keadilan dan kejujuran

A.pembagian kerja
       Pembagian kerja harus disesuaikan dengan kemampuan dan keahlian sehingga pelaksanaan kerja berjalan efektif.oleh karna itu,dalam penempatan karyawan harus menggunakan prinsip “the right man in the right place”.pembagian kerja harus rasional/objektif,bukan emosional subyektif yg didasarkan atas dasar like and dislike.
      Dengan adanya prinsip orang yg tepat ditempat yg tepat akan memberikan jaminan terhadap kestabilan,kelancaran dan efisiensi kerja.
       Pembagian kerja yg baik merupakan kunci bagi penyelenggaraan kerja.kecerobohan dalam pembagian kerja akan berpengaruh kurang baik dan mungkin menimbulkan kegagalan dalam pemyelenggaraan pekerjaan,oleh karna itu,seorang manager yg berpengalaman akan menempatkan pembagian kerja sbg prinsip utama yg akan menjadi titik tolak bagi prinsip-prinsip lainnya.

B.wewenang dan tanggung jawab
       Setiap karyawan dilengkapi dengan wewenang untuk melakukan pekerjaan dan setiap wewenang melekat atau diikuti pertanggungjawaban.wewenang dan tanggung jawab harus seimbang.setiap pekerjan harus dapat memberikan pertanggungjawaban yg sesuai dengan wewenang.oleh karna itu,makin kecil wewenang makin kecil pula pertanggungjawaban demikian pula sebaliknya.

      Tanggung jawab terbesar terletak pada manager puncak.kegagalan suatu usaha bukan terletak pada karyawan,tetapi terletak pada puncak pimpinannya karna yg mempunyai wewenang terbesar adalah manager puncak.oleh karna itu,apabila manager puncak tdk mempunyai keahlian dan kepemimpinan,maka wewenang yg ada padanya merupakan bumerang.

C.Disiplin
        Disipilin merupakan perasaa taat dan patuh terhadap pekerjaan yg menjadi tanggung jawab.disiplin ini berhubungan erat dgn wewenang.apabila wewenang tdk berjalan dgn baik,maka disiplin akan hilang.oleh karna ini,pemegang wewenang harus dapat menanamkan disiplin terhadap dirinya sendiri sehingga mempunyai tanggung jawab terhadap pekerjaan sesuai dengan wewenang yg ada padanya.

D.Kesatuan Perintah
      Dalam melaksanakan pekerjaan,karyawan harus memperhatikan prinsip kesatuan printah sehingga pelaksanaan kerja dapat dijalankan dengan baik.karyawan  harus tau kepada siapa ia harus bertanggung jawab sesuai dgn wewenang yg diperolehnya.perintah yg datang dari manager lain kepada seorang karyawan akan merusak jalannya weenang dan tanggung jawab serta pembagian kerja.

E.Kesatuan Pengarahan
      Dalam melaksanakan tugas-tugas dan tanggung jawabnya,karyawan perlu diarahkan menuju sasarannya.kesatuan pengarahan bertalian erat dgn pembagian kerja.kesatuan pengarahan tergantung pula terhadap kesatuan perintah.dalam pelaksanaan kerja bisa saja terajdi adanya dua perintah sehingga menimbulkan arah yg berlawanan.oleh karna itu,perlu alur yg jlas dari mana karyawan mendapat wewenang untuk melaksanakan pekerjaan dan kepada siapa ia harus mengetahui batas wewenang dan tanggung jawabnya agar tdk terjadi kesalahan.pelaksanaan pengarahan tdk dapat terlepas dari pembagia kerja,wewenang,dan tanggung jawab,disiplin,serta kesatuan perintah.

F.Mengutamakan kepentingan oraganisasi diatas kepentingan diri sendiri
       Setiap karyawan harus mengabdikan kepentingan sendiri kepada kepentingn organisasi.hal semacam  itu merupakan suatu syarat yg sangat penting agar setiap kegiatan berjlan dengan lancar sehingga tujuan dapat  tercapai dengan baik.
     Setiap karyawan dapat mengabdikan kepentingan pribadi kepada kepentingan organisasi apabila memiliki kesadaran bahwa kepentingan pribadi sebenarnya tergantung kepada berhasil atau tdknya kepentingan organisasi.prinsip pengabdian kepentingan pribadi kepada kepentingan organisasi dapat terwujud,apabila setaip karyawan merasa senang dalam bekerja sehingga memiliki disiplin yg tinggi.

G.Penggajian Pegawai
        Gaji atau upah karyawan merupakan kompensasi yg menentukan terwujudnya kelancaran dalam bekerja.karyawan yg diliputi perasaan cemas dan kekurangan akan sulit berkonsentrasi terhadap tugas dan kewjibannya sehingga dapat mengakibatkan kettidaksempurnaan dalam bekerja.
   
     Dalam prinsip penggajian harus dipikirkan bgaimana agar karyawan dapat bekerja dengan tenang.sistem penggajian harus diperhtungkan agar menimbulkan kedisiplin dan kegairahan kerja sehingga karyawan berkompetisi untuk membuat prestasi yg lebih besar.

H.Keadilan dan Kejujuran
      Keadilan dan kejujuran merupakan salah satu syarat utk mencapai tujuan yg telah ditentukan.keadilan dan kejujuran terkait dengan moral karyawan dan tidak dapat dipisahkan.keadilan dan kejujuran harus ditegakkan mulai dari atasan karna atasan memiliki wewenang yg paling besar.manager yg adil dan jujur akan menggunakan wewenangnyadengan sebaik-baiknya untuk melakukan keadilan dan kejujuran pada bawahannya
























BAB III PENUTUP

3.1 Kesimpulan
     
              Manajemen publik merupakan suatu spesialisasi baru tetapi berakar dari pendekatan normative,woodrow wilson sbg penulis “the study of administration”(1887).didalam aliran itu dibicarakan benar-benar manajemen publik.wilson meletakkan empat prinsip dasar bagi studi administrasi publik yg mewarnai manajemen publik sampai skrng yaitu:
-pemerintah sbg setting utama organisasi
-fungsi eksekutif sbg fokus utama
-metode perbandingan sbg suatu metode studi pengembangan bidang administrasi publik.
   
             Prinsip-prinsip manajemen adalah dasar-dasar dan nilai yg menjadi inti dari keberhasilan sebuah manajemen.menurut henry fayol,prinsip-prinsip dalam manajemen sebaiknya bersifat lentur dalam arti bahwa perlu dipertimbangkan sesuai dgn kondisi-kondisi khusus dan situasi-situasi yg berubah.prinsip-prinsip umum manajemen menurut henry fayol adalah sebagai berikut:

a.pembagian kerja(division of work)
b.wewenang dan tanggung jawab(authority and responsibility)
c.disiplin(discipline)
d.kesatuan perintah(unity of command)
e.kesatuan pengarahan(unity of direction)
f.mengutamakan kepentingan organisasi diatas kepentingan sendiri
g.penggajian pegawai













DAFTAR PUSTAKA

Islamy Irfan .2003.dasar-dasar administrasi publik dan manajemen publik.malang,Indonesia:UNIVERSITAS BRAWIJAYA.

Pasalong,Harbani.2007.teori administrasi publik.Makasar,Indonesia:ALFABETA
Ibid hal 43.

Minggu, 20 Mei 2018

Pembagian Bahasa Hukum

DAFTAR ISI
Kata Pengantar.......................................................................................... 1
Daftar Isi............................................................................................ .........2
BAB 1 PENDAHULUAN............................................................................... 3
Latar Belakang........................................................................................... 3
Rumusan Masalah.....................................................................................   3
Tujuan penyusunan makalah.........................................................................3
BAB II PEMBAHASAN.................................................................. ............ 4
2.1 Bahasa Hukum........................................................................................4
2.2 Pembagian Bahasa Hukum..........................................................................5
BAB III PENUTUP........................................................................................7
3.1 Kesimpulan............................................................................................7
Daftar Pustaka..............................................................................................8













BAB I
PENDAHULUAN
Latar Belakang
     Bahasa merupakan alat komunikasi bagi manusia untuk mengungkapkan perasaan,menyampaikan buah pikiran kepada sesama manusia.bahasa terbagi 3:
1.lisan
2.tulisn
3.pertanda atau lambang

     Bahasa indonesia hukum yang berfungsi sbg alat atau sarana untuk menyampaikan informasi.bahasa hukum adalah bahasa aturan dan peraturan yang bertujuan untuk mewujudkan ketertiban dan keadilan untuk mempertahankan kepentingan pribadi dalam masyarakat.menurut purnadi purwacakra dengan soerjono soekanto dalam buku ( bahder johan nasution) judu buku bahasa hukum th 2001 hal 37 menyebutkan ada 9 macam arti hukum yg diberikan masyarakat.disamping itu semua  bahasa hukum itu memiliki sifat” yg khusus yg bagi org awam tdk mudah dipahami. Kekhususan itu ada kalanya menyimpang dari ketentuan” yg umum dalam bahasa indonesia, kekhususannya nampak pada kata” atau istilah” hukumnya,kemudian arti dan tafsirnya yg dpt dilihat dari berbagai segi pandangan hukum. Mengartikan dan menafsirkan istilah” dan susunan kalimat dalam bentuk kaidah” atau dalam bentuk kaidah” atau dalam bentuk analisa hukum,dasar dan kedudukan hukumnya dari apa yg dikemukakan itu merupakan seni hukum tersendiri.

Rumusan masalah
Apa itu bahasa hukum?
Bagaimana pembagian bahasa hukum?

Tujuan penyusunan makalah
           Tujuan hukum dalam berbagai aspek  sangatlah banyak,dan sifat hukum itu sendiri juga bersifat universal seperti ketertiban,ketentraman,kedamain. selain itu hukum juga bertujuan untuk  menjaga dan mencegah agar setiap orang tidak dapat menjadi hakim atas dirinya sendiri.dan dengan adanya hukum, maka setiap terjadi kasus hukum dapat diselesaikan melalui proses pengadilan  dengan perantara hakim. dan dengan berkiblat pada ketentuan yg berlaku.






BAB II
PEMBAHASAN

Bahasa Hukum
     Bahasa hukum adalah rangkain kata-kata,bunyi, dan lambang/simbol untuk menyatakan atau melukiskan sesuatu kehendak,perasaan,pikiran,pengalaman yg ada didalam atau yang terkait dengan hukum terutama dengan hubungannya dengan manusia lain.
       Adapun ciri-ciri dari bahasa hukum menurut M.Mulyono adalah  sebagai berikut:
Lugas
Objektif
Memberikan defenisi yang clear dan cermat
Menghindari penggunaan istilah yang multi tafsir
Tidak dogmatis
Istilah yang digunakan cenderung baku
Hemat dalam penggunaa kata dan kalimat

         Karakteristik bahasa hukum indonesia terletak pada istilah”, komposisi serta gaya bahasanya yg khusus. Bahasa hukum yg kita pergunakan sekarang masih bergaya orde lama, masih banyak yg kurang sempurna smantik kata,bentuk dan komposisi kalimatnya,masih terdapat istilah-istilah yg tidak tetap dan kurang jelas.hal mana dikarnakan para sarjana hukum dimasa yg lalu, tidak pernah mendapatkan pelajaran bahasa hukum yg khusus dan tidak pula memperhatikan dan mempelajari syarat-syarat dan kaidah-kaidah indonesia.

          Disamping itu harus diperhatikan dan diingat bahwa bahasa hukum itu memiliki sifat-sifat yg khusus yg bagi org awam tidak mudah dipahami..kekhususan itu ada kalanya menyimpang dari ketentuan-ketentuan yg umum dalam bahasa indonesia,seperti kalimat” badu memukul tatang” .didalam  kalimat ilmu hukum “tatang tidak mungkin menjadi objek,tetapi ia adalah subjek(hukum) oleh karna ia adalah manusia.didalam ilmu hukum hanya benda atau yg bukan subjek hukum yg menjadi objek hukum.
          
        Kekhususan lain dari bahasa hukum nampak pada kata-kata atau istilah-istilah hukumnya, kemudian  arti dan tafsirnya yg dapat dilihat dari berbagai segi pandangan hukum.mengartikan  dan meanfsirkan istilah-istilah dan susunan kalimat dalam bentuk analisa hukum,dsar dan kedudukan hukumnya dari apa yg dikemukakan itu merupakan seni hukum tersendiri.

Pembagian Bahasa Hukum
     
       Bahasa hukum adalah bahasa aturan dan perturan yang bertujuan untuk mewujudkan ketertiban dan keadilan,untuk mempertahankan kepentingan umum dan kepentingan pribadi dalam masyarakat.bahasa hukum sebagai bagian dari bahasa indonesia modern maka penggunaannya harus tetap.
       Mono smantik atau kesatuan makna harus memenuhi syarat” SP3 bahasa indonesia yaitu:
       1.sintaktik: ilmu tentang makna kata.
       2.smantik: seluk beluk
       3. prahmatik.
Kegiatan berfikir secara hukum dengan menggunakan bahasa hukum merupakan upaya untuk menemukan pengertian esensial dari hukum itu sendiri. Menurut purnadi purwacakra dalam buku ( BAHDER JOHAN NASUTION) judul buku bahsa hukum th 2001 hal 37 menyebutkan ada beberapa macam arti hukum yang diberikan oleh masyarakat yaitu:

a.hukum sbg suatu disiplin: merupakan suatu sistem tentang ajaran kenyataan atau gejala” yg dihadapi
b.hukum sbg kaidah: adalah sbg pola atau pedoman atau petunjuk yg harus ditaati.
c.hukum sbg tata hukum: melihat bagaimana struktur dan proses prangkat kaidah” hukum yg berlaku pada suatu waktu dan tempat tertentu dalam bentuk tertulis.
       Dari paparan tersebut telah dilihat jelas bahwa hukum memiliki kaitan erat dengan cara” berfikir hukum.
      Oleh sebab itu bahasa hukum dapat dibagi 3 kelompok yaitu:

Bahasa hukum yang bersumber pada aturan” yang dibuat  oleh negara artinya lebih bersifat pengaturan hak dan kewajiban.
Ex: aturan tentang hukum pentensir( membicarakan tentang hukumannya ) UU no23 th 2002 tentag perlindungan anak
UU no.3 th 1997 tentang peradilan anak. Yaitu anak yg berusia 8-18 th atau yg belum menikah maka pertanggung jawabannya pidana.
Bahasa hukum yang bersumber pada aturan” hukum yg berlaku dimasyarakat.bahasa hukum seperti ini ditemui pada hukum adat dan tidak bertentangan dengan hukum negara.
Ex: perkawinan,warisan
Bahasa hukum yang bersumber dari para ahli hukum,kelompok-kelompok yg berprofesi hukum.
Ex: yurisprudensi,asas legalitas,exepsi.
Does lag ( pembunuhan biasa) pasal 338-350 KUHP pembunuhan dengan sengaja ancaman hukuman 15 tahun penjara.
Culva: pasal 359-360 ancaman hukuman 5 tahun.

BAB III
PENUTUP

Kesimpulan
        Bahasa indonesia hukum yang berfungsi sbg alat atau sarana untuk menyampaikan informasi.bahasa hukum adalah bahasa aturan dan peraturan yang bertujuan untuk mewujudkan ketertiban dan keadilan untuk mempertahankan kepentingan pribadi dalam masyarakat. Kegiatan berfikir secara hukum dengan menggunakan bahasa hukum merupakan upaya untuk menemukan pengertian esensial dari hukum itu sendiri.
       
              Selain itu terdapat pula pembagian bahasa hukum antara lain sbb:
Bahwa hukum yang bersumber pada aturan” yang dibuat  oleh negara artinya lebih        bersifat pengaturan hak dan kewajiban.
Ex: aturan tentang hukum pentensir( membicarakan tentang hukumannya ) UU no23 th 2002 tentag perlindungan anak
UU no.3 th 1997 tentang peradilan anak. Yaitu anak yg berusia 8-18 th atau yg belum menikah maka pertanggung jawabannya pidana.
Bahasa hukum yang bersumber pada aturan” hukum yg berlaku dimasyarakat.bahasa hukum seperti ini ditemui pada hukum adat dan tidak bertentangan dengan hukum negara.
Ex: perkawinan,warisan
3.  Bahasa hukum yang bersumber dari para ahli hukum,kelompok-kelompok yg berprofesi hukum.
Ex: yurisprudensi,asa legalitas,exepsi.
Does lag ( pembunuhan biasa) pasal 338-350 KUHP pembunuhan dengan sengaja ancaman hukuman 15 tahun penjara.
Culva: pasal 359-360 ancaman hukuman 5 tahun.












DAFTAR PUSTAKA

Adiwidjaya, Soelaeman B. dan Lilis Hartini. 1999. Bahasa Indonesia Hukum.bandung:Pustaka.
http://www.legalitas.org/?q=node/67.
Murnia. 2007. Bahasa Hukum Rumit dan membingungkan. Wawasan, 30 November.

Hening termagu

Hening
Karya: Hendra Permadi

Rindu akan gores menggores
Kurautkan sajakku diatas kertas putih
Prosa mulai prosa ku rajut
Entahlah, apa yang jadi ku tak pikir diksi

Merinduku akan elok sang baris
Elok sang bait
Dalam hening ku bolak balik fikir
Biarlah teh pagi menemaniku termenagu
Agar para pasang ribu mata terbelenggu

Ku sunggah pula roti diatas talam
Mulai ku minum mili per mili teh hangat ku yang akan mulai dingin
Menjelang titik puisi kan terteken
Ya... Inilah puisiku untuk pagi hangatku

Hendra, 1 April 2018.
11:01 WIB

Kamis, 17 Mei 2018

Potang Balimau (Tradisi Masyarakat Kampar)

POTANG BALIMAU

sebentar lagi Ramadhon tiba. ada sebuah tradisi potang balimau bagi orang kampar.banyak pendapat fikiran tentang itu, terutama kaula muda. ....
"potang balimau" adalah bagian kata dari bahasa "Malakewi/Malakawi" (melayu tua/orang orang kampar)yang merupakan bagian dari kasta, yang di sebut bahasa tinggi. yang artinya merupakan kata sampiran,istilah,atau perumpamaan). sebab dalam penggolongan prediket kasta,bahasa  Malakewi tediri atas :
1.Bahasa penghulu.
2.Bahasa Tinggi.
3.Bahasa Awam (yang berkembang dan berevolusi dalam bahasa sehari hari sampai saat ini)
"POTANG" artinya Sore(pada pemakaian tertentu bisa berarti kemarin atau lusa)
"LIMAU /BALIMAU"dlm tingkat awam artinya jeruk. dalam kasta tinggi artinya: "BERSIH /MEMBERSIHKAN/PEMBERSIHAN/PEMBUANGAN KARAT (kotoran) yang kadang kala di konotasikan "PENSUCIAN").jadi yang dimaksud potang balimau adalah sore pembersihan.pada konteks pelaksanaan ini adalah bertujuan untuk melengkapi awal ibadah Ramadhon. perlakuan /prilaku potang balimau itu adalah sanjung maaf dan sanjung santun.ruh dari adat dan 'adab ini adalah "WALIWALIDAYYIN" maksudnya: Redho Ibu/Ayah akan membuka redho Rosull. Redho Rosull akan membuka redho Allah.
pada konteks kedua bermakna tentang keberkatan ilmu. dengan jalan : Redho seorang Guru,akan membuka redho Rosull.Redho Rosull akan membuka Redo Allah.
maka pada potang balimau itu bersilaturahmilah pada ibu/ayah (jika masih ada) kepada kerabat terutama yang di tuakan. kepada teman rekan dan handai tolan. ulurkan tangan saling bermaafkanlah .itulah yang dimaksud potang balimau. sedang tradisi mandi itu pada zaman dahulu adalah untuk pengharum tubuh.agar lepas dari bau tidak sedap, terutama saat solat berjamaah dalam romadhon. namun untuk zaman sekarang sudah ada sabun dan farfum....

...potang balimau jilid 2. ( OLEK POTANG BALIMAU) / PESTA POTANG BALIMAU.
Pesta ini dulu dilakukan oleh para tetua kita dengan tujuan :
1. membuat kegembiraan dengan datangnya bulan yang penuh keberkahan dan rahmat.
2. dengan ada acara pesta akan menggeliatkan ekonomi mikro dan sesaat.
3. menanamkan rasa rindu bagi para perantau.
4.sebuah pengumuman bahwa dimulainya Ramadhon.
5.dan lain sebagainya.

Sedangkan adab pesta tersebut di atur dengan ke-'arifan lokal antara penghulu ,Ulama dan cerdik pandai setempat dengan para pemuda yang kreatif.
ciri ciri pesta ini biasa meliputi acara ADAT, seperti : pemasangan Ulau ulau ( bendera warna warni / umbul umbul).
dibuka dgn pidato khusus oleh penghulu tentang hisab ramadhon yang di awali dengan denduman lelo ( bunyi meriam) setelah itu di ikat oleh do'a malin.
ada juga yang membuat acara makan bersama yang dinamakan dengan makan " BAJAMBAU" atau BAKHELAH.
musik hiburan di ikat dengan kebiasan tradisi lokal seperti : Gondang  Oguong, Dzikir Gubano, Marawis, Qasidah dan lainnya yang bersifat tradisi. ada kalanya di tambah dengan pertunjukkan Pencak silat bunga dan permainan anak.
sebagian dari masyarakat ada yang membuat Sampan Hias dengan tema keAgamaan atau seni budaya yang bernuansa Religi. acara ini di endingkan dengan mandi bersama di tepian sungai kampar dengan aturan tertentu. dilarang mandi bersama antara laki laki dan perempuan. menanamkan rasa malu pada pasangan jenis yang bukan Mukhrim untuk jalan berduaan.
namun Zaman sekarang inilah yang penting kita pertanyakan bersama, di mana rasa malu itu telah jauh berkurang, dimana pasangan yang bukan mukhrim berdua-an bahkan dalam satu ban (benen pelampung) pada saat ikut menghilirkan sampan hias. atau bermusik ria ON seperti di tempat yang dilarang agama. sementara kita berniat untuk menjaga kesucian ramadon itu sendiri.
DI SISI.LAIN
hari pesta potang balimau itu juga di maknai dengan hari SILATURAHMI dan HARI BERBAGI. dimana secara tradisi di sebut juga dengan istilah MANJALANG. yang kecil mendatangi yang tua atau di tuakan, yang berada (memiliki rezki yang baik /kaya) mendatangi yang kurang mampu.  dengan membawa buah tangan.dapat berupa kue, bahan makanan, atau makanan jadi. bahkan ada yang berupa uang. namun lebih di utamakan kerabat dekat dahulu.
hal ini bertujuan untuk mengikat rasa kekeluargaan dan kebersamaa yang kuat. bahkan secara harfiah, untuk menghilangkan kesedihan di awal ramadhan bagi mereka yang kurang mampu.  Ini merupakan sebuah nilai MORAL menjelang ramadon. sebab sedih dan lapar cenderung orang untuk berbuat jahat. kalau ini di tekan dengan kebersamaan rasa aman akan muncul. saat rumah di tinggal untuk ibadah taraweh perasaan nyaman itu ada.
jadi banyak hal yang mengandung pesan moral yang di kandung oleh OLEK POTANG BALIMAU INI. di sebagian tempat pesta ini di sebut dengan POTANG MOGANG. jadi yang paling penting adalah ke'ARIFAN KITA  untuk melihat dan menyingkapi ini. masih banyak Kearifan kearifan yang belum sayantulis di sini.

potang balimau jilid 3. 
MANDI BALIMAU.
bahan mandi balimau adalah bahan berupa :
Jeruk purut, urat sisik( rumput wangi)„ghabelu(rimpang harum),urat usau( sejenis akar wangi), daun pandan, beberapa bunga yang harum seperti  : bunga kenanga atau bunga tanjung.(namun kadang kala karena kakurang fahaman tentang bunga banyak juga masyarat yang mengkreasikan dengan bunga yang seharusnya tidak boleh di masukkan ke dalam ramuan, seperti bunga terompet dan bunga kertas ( sebab mengandung toksin ringan yang berefek membuat tubuh lemas ) kreasi yang baik bisa menggunakan mayang(bunga) pinang, atau lainnya.

tujuan mandi tradisi ini dahulunya adalah :
1. kebiasaan bersih untuk menghadapi sesuatu yang besar dan mulia.
2. untuk menghilangkan atau mengurangi bau tidak sedap dari tubuh pada saat ibadah berjamaah.( pada zaman dahulu pekerjaan orang banyak yang berjemur dengan teriknya matahari, seperti : tukang rumah, kuli tani, kuli angkat, nelayan, penyadap karet, dan lainnya. semua ber-efek kebau yang tidak sedap bagi tubuh.
3. dapat mengurangi rematik atau asam urat. harapannya ibadah lancar.
4. pada ramuan tertentu seperti bunga atau buah pinang muda dapat mengurangi penyakit gatal gatal.

NAMUN semuanya berpulang kepada keyakinan kita bagai mana  kita menyingkapi nya menurut femikiran dan keyakinan kita sendiri sendiri.
yang tidak baik itu adalah mencela sesuatu  yang tidak kita kenal secara baik lebih dahulu.
bukankah kita di ajarkan atau dianjurkan untuk tidak mencela. karena BELUM TENTU KITA LEBIH BAIK DARI ORANG ATAU SESUATU YANG KITA CELA TERSEBUT.

mohon maaf jika ada kekurangan dan kesalahan dalam tulisan ini.  tujuan saya hanya menyampaikan inti dari sebuah prilaku budaya agar tidak ada lagi femikiran femikiran dan pedebatan negatif tentang budaya potang balimau/ potang mogang ini.
Sebuah budaya adalah sebuah jadi diri bagi suatu kaum atau bangsa. dan itu tidak bisa di pungkiri. seperti dimana kita terlahir di situ ada garis keturunannya. ( zaman sekarang seperti yang kita sebut dengan GENETIKA /jejak keturunan)

Sumber: Herry Tontuo, Pemerhati dan Budayawan Kampar.

Sabtu, 28 April 2018

Keistimewaan Bahasa Hukum

BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang
Terminologi Hukum adalah suatu Ilmu tentang Istilah dan penggunaanya di dalam bahasa Hukum.Bahasa merupakan alat komunikasi bagi manusiauntuk mengungkapkan perasaan, menyampaikan buah fikiran kepada sesama manusia bahasa terbagi 3 :
1. Lisan
2. Tulisan
3. Pertanda atau lambang
Bahasa hukum Indonesia haruslah dipahami oleh semua kalangan. Tujuan bahasa hukum Indonesia yaitu memberi  informasi yang tegas dan jelas tentang suatu peraturan perundang-undangan yang berlaku, agar masyarakat mematuhi hukum, menciptakan ketertiban, dan keamanan sosial sesuai yang diharapkan. Oleh karena itu masyarakat diharapkan memahami  suatu bahasa yang berlaku. Menurut seorang sarjana WET GET STEYN mengatakan bahwa batas bahasaku adalah batas duniaku.
Hukum dan bahasa merupakan dua hal yang saling berkaitan erat. Dalam masyarakat manapun, hukum merupakan salah satu sarana untuk menciptakan keteraturan dan ketertiban social selalu dirumuskan dalam bentuk bahasa, walaupun ada symbol-simbol lain yang juga cukup penting untuk menetapkan hukum(1). Penggunaan bahasa yang baik oleh pencipta hukum tertulis merupakan syarat utama untuk merumuskan hukum(2).

 1.2.  Rumusan masalah.
Bagaimana sejarah bahasa hukum?
Apa pengertian bahasa hukum?
Apa keistimewaan bahasa hukum?

1.3. Tujuan
Merupakan tuntunan tugas agar lebih memahami tentang materi yang akan dipelajari.
Untuk mengetahui sejarah bahasa hukum.
Memahami tentang bahasa hukum.
Untuk mengetahui keistimewaan dari bahasa hukum.

BAB II
PEMBAHASAN

2.1. Bahasa Hukum
Bahasa hukum  adalah bahasa aturan dan peraturan yang bertujuan untuk mewujudkan ketertiban dan keadilan untuk mempertahankan kepentingan pribadi dalam masyarakat. Kegiatan berfikir secara hukum dengan menggunakan bahasa hukum merupakan upaya untuk menemukan pengertian yang esensial dari hukum itu sendiri.
Menurut Mahadi,bahasa hukum Indonesia adalah bahasa Indonesia yangcorak penggunaan bahasanya khas dalam dunia hukum. Perhatian yang besarterhadap pemakaian bahasa hukum Indonesia sudah dimulai sejak diadakanKongres Bahasa Indonesia II tanggal 28 Oktober – 2 November 1954 di Medan. Bahkan, dua puluh tahun kemudian, tahun 1974, Badan PembinaanHukum Nasional (BPHN) menyelenggarakan simposium bahasa dan hukum dikota yang sama, Medan. Simposium tahun 1974 tersebut menghasilkan empat konstatasi berikut, yaitu:
1. Bahasa hukum Indonesia (BHI) adalah bahasa Indonesia yangdipergunakan dalam bidang hukum, yang mengingat fungsinya mempunyaikarakteristik tersendiri; oleh karena itu bahasa hukum Indonesia haruslahmemenuhi syarat-syarat dan kadiah-kaidah bahasa Indonesia.
2. Karakteristik bahasa hukum terletak pada kekhususan istilah, komposisi,serta gayanya.
3. BHI sebagai bahasa Indonesia merupakan bahasa modern yang penggunaannya harus tetap, terang, monosemantik, dan memenuhi syaratestetika.
4. Simposium melihat adanya kekurangsempurnaan di dalam bahasa hukumyang sekarang dipergunakan, khususnya di dalam semantik kata, bentuk,dan komposisi kalimat.

Sumber-Sumber Bahasa Hukum.
Sumber bahasa hukum dapat dibagi menjadi 3 kelompok, yaitu:
1. Bersumber pada aturan yang dibuat oleh negara.
2. Bersumber pada aturan-aturan yang ada pada masyarakat.
3. Bersumber dari ahli.

Fungsi Bahasa Hukum.
1. Fungsi Simbolik.
Berfungsi untuk mengkomunikasikan buah fikiran.
2. Fungsi Emotif.
Menurut Gustaf Dobruch karakteristik bahasa hukum atas perundang-undangan bebas emosi, tanpa perasaan, datar dan kering, semua itu ditujukan untuk kepastian dan menghindari dwi makna.
3. Fungsi Efektif.
Fungsinya diharapkan supaya norma-norma hukum yang dikomunikasikan melalu bahasa hukum mampu mengubah dan mengembangkan kepribadian  agar mentaati hukum.

Tidak berbeda dengan bidang ilmu lainnya, bahasa hukumIndonesia memiliki ciri-ciri bahasa keilmuan (Moeliono 1974 dalam Natabaya 2000), yakni :
1. lugas dan eksak karena menghindari kesamaran dan ketaksaan
2. objektif dan menekan prasangka pribadi
3. memberikan definisi yang cermat tentang nama, sifat, dan kategori yangdiselidiki untuk menghindari kesimpangsiuran 
4. tidak beremosi dan menjauhi tafsiran yang bersensasi 
5. membakukan makna kata-katanya, ungkapannya, dan gaya paparannya berdasarkan konvensi 
6. bercorak hemat, hanya kata yang diperlukan yang dipakai
7. bentuk, makna, fungsi kata ilmiah lebih mantap dan stabil daripada yangdimiliki kata biasa.

Sifat bahasa hukum itu di antaranya :
1. Kalimat-kalimat  yang kompleks
Berbagai studi menunjukkan bahwa kalimat-kalimat dalam bahasa hukum nyaris sedikit lebih panjang dibandingkan dengan pola-pola berbahasa lainnya, dan lebih lekat, sehingga membuatnya lebih kompleks. Terkadang terkesan ada usaha untuk menyatakan suatu  prinsip peraturan perundang-undangan dalam satu  kalimat tunggal.
2. Kalimat panjang lebar dan berlebihan
Para lawyer sangat suka menggunakan frasa-frasa yang panjang dan cenderung berlebihan, sehingga terkadang disebut “boilerplate’. Di lain pihak, kadang-kadang bahasa hukum tidak secara berlebihan menggunakan kalimat panjang lebar, namun sangat padat (compact) atau penuh.
3. Mengandung beberapa frasa yang dihubungakan
Frasa ini mengandung kata-kata seperti dan/atau. Frasa-frasa seperti ini masih sangat umum dalam bahasa hukum. Struktur kalimat seperti itu dapat membawa pada ambiguitas, lebih-lebih dikaitkan dengan aturan interpretasi, dimana tiap kata membutuhkan pengertian.
4. Struktur kalimat yang tidak lazim
Para lawyer  acap kali membuat struktur kalimat yang tidak lazim. Sering kali struktur yang tidak lazim itu berakibat memisahkan subjek dari kata kerjanya, atau memisahkan kata kerja yang kompleks, sehingga mereduksi pemahaman terhadap kalimat tersebut.
5. Peniadaan (Negasi)
Bahasa hukum tampaknya menggunakan jumlah peniadaan (negasi) yang banyak sekali. Penelitian mengungkapkan bahwa negasi yang berganda khususnya, mengganggu komunikasi dan harus dihindari.

Dalam konteks pembentukan peraturan perundang-undangan, Undang-undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan (UU P3)(7) secara tidak langsung menempatkan bahasa yang komunikatif sebagai salah satu asas, yakni sebagaimana disebut dalam Pasal 5 huruf f.
Pasal 5 UU P3 :
Dalam membentuk peraturan perundang-undangan harus berdasarkan pada asas pembentukan peraturan perundang-undangan yang baik yang meliputi :
1. kejelasan tujuan;
2. kelembagaan atau organ pembentuk yang tepat;
3. kesesuaian antara jenis dan materi muatan;
4. dapat dilaksanakan;
5. kedayagunaan dan kehasilgunaan;
6. kejelasan rumusan; dan
7. keterbukaan.

2.2. Keistimewaan Bahasa Hukum
Orang  selalu tidak merasa puas terhadap makna yang dikandung dalam istilah hukum sehingga orang selalu mencari terus menerus makna yang paling tepat.
Bahasa Hukum memungkinkan kita untuk memikirkan segala sesuatu yang berkaitan dengan hukum, karena bahasa memberikan kemampuan berpikir secara teratur dan sistematis.

BAB III
PENUTUP
  Kesimpulan
Bahasa adalah alat komunikasi yang universal adanya, terlepas dari beragamnya bahasa yang ada di dunia ini. Perlu disadari juga bahwa setiap disiplin ilmu juga mempunyai bahasa yang lazimnya tidak sesuai dengan kaidah gramatikal yang sesuai dengan bahasa yang baik dan mudah dimengerti.
Bahasa hukum  adalah bahasa aturan dan peraturan yang bertujuan untuk mewujudkan ketertiban dan keadilan untuk mempertahankan kepentingan pribadi dalam masyarakat. Kegiatan berfikir secara hukum dengan menggunakan bahasa hukum merupakan upaya untuk menemukan pengertian yang esensial dari hukum itu sendiri.
Fungsi Bahasa Hukum.
Fungsi Simbolik.
Berfungsi untuk mengkomunikasikan buah fikiran.
Fungsi Emotif.
Menurut Gustaf Dobruch karakteristik bahasa hukum atas perundang-undangan bebas emosi, tanpa perasaan, datar dan kering, semua itu ditujukan untuk kepastian dan menghindari dwi makna.
Fungsi Efektif.
Fungsinya diharapkan supaya norma-norma hukum yang dikomunikasikan melalu bahasa hukum mampu mengubah dan mengembangkan kepribadian  agar mentaati hukum.
Bahasa hukum memiliki keistimewaan, yaitu:
Orang  selalu tidak merasa puas terhadap makna yang dikandung dalam istilah hukum sehingga orang selalu mencari terus menerus makna yang paling tepat.
Bahasa Hukum memungkinkan kita untuk memikirkan segala sesuatu yang berkaitan dengan hukum, karena bahasa memberikan kemampuan berpikir secara teratur dan sistematis.

  Saran
Untuk menyikapi fungsi bahasa hukum, maka penulis menyarankan beberapa hal sebagai berikut :
Semestinya khalayak lebih memahami mengenai fungsi bahasa hukum karena sesungguhnya fungsi bahasa sangat berperan dalam suatu penalaran bagi khalayak luas
Perlunya dibuat wadah/tempat yang dapat meyalurkan fungsi bahasa dalam suatu penalaran khususnya bahasa hukum yang sedikit lebih sulit agar tidak salah dalam penggunaannya.

DAFTAR PUSTAKA
Harkristuti Harkriswono, Bahasa Indonesia Sebagai Sarana Pengembangan Hukum Nasional
Mahadi dan Sabarudin Ahmad, Pembinaan Bahasa Hukum Indonesia, 1979
Mahadi, hal.215
Mahadi dan Sabarudin Ahmad, Dalam Sudjiman 1999, 1979
(6) Moeliono, dalam Natabaya, 2000
(7) UU No. 10 Tahun 2004 (UU P3)
http://kartumiah.blogspot.co.id/2017/09/peranan-bahasa-indonesia-dalam-hukum.html, diakses 7 Maret 2018

Secarik Kata Diuntai Manis

Pagi Itu
Karya: Hendra Permadi HK

Pagi itu....
Kulihat rintik embun melekat di penghujung bunga
Jernih bersih tak ternodai oleh tanah

Pagi itu....
Kulihat mentari dengan gagah elok menyapa
Seolah bergumam
Selamat pagi katanya

Pagi itu....
Kulihat si gadis manis tersenyum kepada setiap orang yang ditemuinya
Dengan gigi yang putih dan senyum tanpa beban diwajahnya
Riang hati tercurah oleh langkah kaki nya

Mungkin itulah dirimu hei si gadis perantauan?
Ku tahu kamu dari rohis organisasi mu
Para Adam hawa yang berjihad dijalan pencipta
Yang selalu eksis tampil optimis didepan ribuan plototan mata yang serius memandang

Pagi itu....
Suasana serasa penuh dengan damai
Ya... Melihat indah senyummu walau kadang tak memandang
Seorang wanita yang selalu sopan dan menundukkan kepalanya
Si misterius seperti bintang diluar sana

Pagi itu...
Kamulah yang ku lihat pertama di jalanan parkiran sekolah
Sibuk dengan lalu lalang demi seremonial
Agar gemuruh tepuk tangan mengapresiasi dirimu
Ya... Engkaulah si wanita itu

Bangkinang Kota, 6 April 2018
15:23 WIB