BAB I
PENDAHULUAN
Latar belakang
Kebebasan beragama merupakan salah satu hak dasar yang dimiliki oleh setiap manusia di dunia dalam rangka mencari Tuhannya. Kebebasan beragama ini memiliki empat aspek, yaitu kebebasan nurani , kebebasan mengekspresikan keyakinan agama, kebebasan melakukan perkumpulan keagamaan, dan Kebebasan melembagakan keyakinan keagamaan.
Kebebasan dan toleransi merupakan dua hal yang sering kali dipertentangkan dalam kehidupan manusia, secara khusus dalam komunitas yang beragam. Persoalan tersebut menjadi lebih pelik ketika dibicarakan dalam wilayah agama.
Kebebasan beragama dianggap sebagai sesuatu yang menghambat kerukunan (tidak adanya toleransi), karena dalam pelaksanaan kebebasan, mustahil seseorang tidak menyentuh kenyamanan orang lain. Akibatnya, pelaksanaan kebebasan menghambat jalannya kerukunan antarumat beragama.
Demikian juga sebaliknya, upaya untuk merukunkan umat beragama dengan menekankan toleransi sering kali dicurigai sebagai usaha untuk membatasi hak kebebasan orang lain. Toleransi dianggap sebagai alat pasung kebebasan beragama.
Kebebasan beragama pada hakikatnya adalah dasar bagi terciptanya kerukunan antarumat beragama. Tanpa kebebasan beragama tidak mungkin ada kerukunan antarumat beragama.
Akan tetapi, toleransi antarumat beragama adalah cara agar kebebasan beragama dapat terlindungi dengan baik. Keduanya tidak dapat diabaikan. Namun, yang sering kali terjadi adalah penekanan dari salah satunya, yaitu penekanan kebebasan yang mengabaikan toleransi dan usaha untuk merukunkan dengan memaksakan toleransi dengan membelenggu kebebasan.
Rumusan Masalah
Apa pengertian hukum Islam?
Bagaimana latar belakang munculnya teori-teori hukum Islam di Indonesia?
Apa saja teori – teori hukum Islam yang berlaku di Indonesia?
Apa pengaruh teori – teori hukum Islam terhadap Indonesia?
Tujuan
Mengetahui pengertian hukum Islam.
Mengetahui latar belakang munculnya teori-teori hukum Islam di Indonesia.
Mengetahui teori-teori hukum yang berlaku di Indonesia.
Menjelaskan pengaruh teori-teori tersebut terhadap hukum Islam di Indonesia
BAB II
ISI
PENGERTIAN HUKUM ISLAM
Hukum Islam adalah hukum yang bersumber dan menjadi bagian dari agama Islam. Dasar hukum Islam adalah Al-Qur’an, Al-Hadist, Ijma’, Qiyas, dan Ijtihad. Hukum ini mengatur berbagai hubungan, yaitu hubungan manusia dengan Tuhan, hubungan manusia dengan dirinya sendiri,hubungan manusia dengan manusia lain dan hubungan manusia dengan benda dalam masyarakat serta alam sekitarnya (Mohammad Daud Ali, 1996: 39).
1. Al-Qur’an
Al-Qur’an selain sebagai kitab suci umat Islam, juga dijadikan sebagai sumber hukum utama dalam ajaran Islam. Kitab suci yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW melalui perantara Malaikat Jibril ini berisi berbagai kandungan mulai dari perintah, anjuran, larangan, ketentuan, dan lain-lain.
2. Al-Hadist
Al-Hadist merupakan segala sesuatu yang berlandaskan pada ajaran Rasulullah SAW baik perkataan, perilaku, persetujuan, dan sifat yang beliau contohkan. Hadis juga merupakan sumber acuan hukum Islam terkuat kedua setelah Al-Quran.
3. Ijma’ Ulama
Ijma’ ulama adalah kesepakatan dari para ulama yang mengambil kesimpulan berdasarkan dalil-dalil yang terdapat pada Al-Quran dan Al-Hadist. Para ulama mengambil langkah ini karena perkara atau kasus yang ada tidak dijelaskan secara terperinci baik di dalam Al-Quran maupun Al-Hadist. Yang menjadi penting adalah hasil Ijma’ yang dilakukan oleh para ulama tidak boleh bertentangan dengan nilai-nilai Al-Quran dan Al-Hadist.
4. Qiyas
Qiyas adalah menjelaskan sesuatu yang tidak mempunyai dalil nashnya dalam Al-Quran maupun Al-Hadist yang dilakukan dengan cara membandingkan sesuatu yang serupa atau hampir sama dengan sesuatu yang hendak diketahui hukumnya tersebut dan sudah jelas hukumnya di Al-Quran maupun Al-hadist. Misalnya, dalam Al-Quran dijelaskan bahwa segala sesuatu yang dapat memabukkan adalah haram hukumnya.
5. Ijtihad
usaha yang sungguh-sungguh, yang sebenarnya bisa dilaksanakan oleh siapa saja yang sudah berusaha mencari ilmu untuk memutuskan suatu perkara yang tidak dibahas dalam Al Quran maupun hadis dengan syarat menggunakan akal sehat dan pertimbangan matang
LATAR BELAKANG MUNCULNYA TEORI HUKUM ISLAM
Islam telah diterima oleh bangsa Indonesia jauh sebelum penjajah datang ke Indonesia. Waktu penjajah Belanda datang ke Indonesia (Hindia Belanda), bangsa Indonesia telah menyaksikan kenyataan bahwa di Hindia Belanda telah menganut sistem hukum, yaitu agama yang dianut di Hindia Belanda, seperti Hukum Islam, Hindu Budha, dan Nasrani serta hukum adat bangsa Indonesia.
Berlakunya hukum Islam bagi sebagian besar penduduk Hindia Belanda, berkaitan dengan munculnya kerajaan-kerajaan Islam setelah runtuhnya Majapahit pada sekitar tahun 1581. Walaupun pada mulanya kedatangan Belanda yang notabene beragama Kristen Protestan ke Indonesia tidak ada kaitannya dengan masalah hukum (agama), namun pada perkembangan selanjutnya, berkaitan dengan kepentingan penjajah, akhirnya mereka tidak bisa menghindari persentuhan masalah hukum dengan penduduk pribumi.
Berhubungan dengan masalah hukum adat di Indonesia dan hukum agama bagi masing-masing pemeluknya, munculah beberapa teori-teori hukum diantaranya adalah teori Receptio In Complexu dan teori Receptie yang muncul sebelum kemerdekaan Indonesia. Tiga teori lainnya, yaitu teori Receptie Exit, Receptie A Contrario, dan teori Eksistensi muncul setelah Indonesia merdeka.
TEORI – TEORI HUKUM ISLAM
1. Teori Reception In Complexu
Teori Receptio in Complexu ini, dipelopori oleh Lodewijk Willem Christian van den Berg tahun 1845-1925. Teori Receptio In Complexu menyatakan bahwa bagi setiap penduduk berlaku hukum agamanya masing-masing. Bagi orang Islam berlaku penuh hukum Islam sebab ia telah memeluk agama Islam. Teori Receptio In Complexu ini telah diberlakukan di zaman VOC sebagaimana terbukti dengan dibuatnya berbagai kumpulan hukum untuk pedoman pejabat dalam menyeleaikan urusan-urusan hukum rakyat pribumi yang tinggal di dalam wilayah kekuasaan VOC yang kemudian dikenal sebagai Nederlandsch Indie. Contohnya, Statuta Batavia yang saat ini desebut Jakarta 1642 pada menyebutkan bahwa sengketa warisan antara pribumi yang beragama Islam harus diselesaikan dengan mempergunakan hukum Islam, yakni hukum yang dipergunakan oleh rakyat sehari-hari. Untuk keperluan ini, D.W Freijer menyusun buku yang memuat hukum perkawinan dan hukum kewarisan Islam.
2. Teori Receptie
Teori Receptie dipelopori oleh Christian Snouck Hurgronje dan Cornelis van Volenhoven pada tahun 1857-1936. Teori ini dijadikan alat oleh Snouck Hurgronye agar orang-orang pribumi jangan sampai kuat memegang ajaran Islam dan hukum Islam. Jika mereka berpegang terhadap ajaran dan hukum Islam, dikhawatirkan mereka akan sulit menerima dan dipengaruhi dengan mudah oleh budaya barat. Teori ini bertentangan dengan Teori Reception In Complexu. Menurut teori Receptie, hukum Islam tidak secara otomatis berlaku bagi orang Islam. Hukum Islam berlaku bagi orang Islam jika sudah diterima atau diresepsi oleh hukum adat mereka. Oleh karena itu, hukum adatlah yang menentukan berlaku tidaknya hukum Islam. Sebagai contoh teori Receptie saat ini di Indonesia diungkapkan sebagai berikut.
Hukum Islam yang bersumber dari Al-Qur’an dan Al-Hadits hanya sebagian kecil yang mmpu dilaksanakan oleh orang Islam di Indonesia. Hukum pidana Islam yang bersumber dari Al-Qur’an dan Al-Hadits tidak mempunyai tempat eksekusi bila hukum yang dimaksud tidak diundangkan di Indonesia. Oleh karena itu, hukum pidana Islam belum pernah berlaku kepada pemeluknya secara hukum ketatanegaraan di Indonesia sejak merdeka sampai saat ini. Selain itu, hukum Islam baru dapat berlaku bagi pemeluknya secara yuridis formal bila telah diundangkan di Indonesia. Teori ini berlaku hingga tiba di zaman kemerdekaan Indonesia.
3. Teori Receptie Exit
Teori Receptie Exit diperkenalkan oleh Prof. Dr. Hazairin, S.H. Menurutnya setelah Indonesia merdeka, tepatnya setelah Proklamasi Kemerdekaan Indonesia dan Undang-Undang Dasar 1945 dijadikan Undang-Undang Negara Republik Indonesia, semua peraturan perundang-undangan Hindia Belanda yang berdasarkan teori Receptie bertentangan dengan jiwa UUD 1945. Dengan demikian, teori Receptie itu harus exit alias keluar dari tata hukum Indonesia merdeka.
Teori Receptie bertentangan dengan Al-Qur’an dan Sunnah. Secara tegas UUD 1945 menyatakan bahwa “Negara berdasar atas Ketuhanan Yang Maha Esa” dan “Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadat menurut agamanya dan kepercayaannya itu.” Demikian dinyatakan dalam pasal 29 (1) dan (2). Menurut teori Receptie Exit, pemberlakuan hukum islam tidak harus didasarkan pada hukum adat. Pemahaman demikian kebih dipertegas lagi, antara lain dengan berlakunya UU No. 1 tahun 1974 tentang perkawinan, yang memberlakukan hukum Islam bagi orang Islam (pasal 2 ayat 1), UU No. 7 tahun 1989 tentang Peradilan Agama, Instruksi presiden No. 1 tahun 1991 tentang Kompulasi Hukum Islam di Indonesia (KHI).
4. Teori Receptie A Contrario
Teori Receptie Exit yang diperkenalkan oleh Hazairin dikembangkan oleh Sayuti Thalib, S.H. dengan memperkenalkan Teori Receptie A Contrario. Teori Receptie A Contrario yang secara harfiah berarti lawan dari Teori Receptie menyatakan bahwa hukum adat berlaku bagi orang Islam kalau hukum adat itu tidak bertentangan dengan agama Islam dan hukum Islam. Sebagai contoh, umpamanya di Aceh, masyarakatnya menghendaki agar soal-soal perkawinan dan soal warisan diatur berdasarkan hukum Islam. Apabila ada ketentuan adat boleh saja dipakai selama itu tidak bertentangan dengan hukum Islam. Dengan demikian, dalam Teori Receptie A Contrario, hukum adat itu baru berlaku kalau tidak bertentangan dengan hukum Islam. Inilah Sayuti Thalib dengan teori Reception A Contrario.
5. Teori Eksistensi
Sebagai kelanjutan dari teori Receptie Exit dan teori Reception A Contrario, menurut Ichtijanto S.A, muncullah teori Eksistensi. Teori Eksistensi adalah teori yang menerangkan adanya hukum Islam dan hukum Nasional Indonesia. Menurut teori ini, eksistensi atau keberadaan hukum Islam dan hukum nasional itu ialah:
Ada, dalam arti hukum Islam berada dalam hukum nasional sebagai bagian yang integral darinya.
Ada, dalam arti adanya kemandiriannya yang diakui berkekuatan hukum nasional dan sebagai hukum nasional.
Ada, dalam hukum nasional, dalam arti norma hukum Islam sebagai penyaring bahan-bahan hukum nasional Indonesia.
Berdasarkan teori Eksistensi diatas, maka keberadaan hukum Islam dalam tata hukum nasional merupakan suatu kenyataan yang tidak dapat dibantah adanya. Bahkan lebih dari itu, hukum Islam merupakan bahan utama dari hukum nasional.
PENGARUH TEORI – TEORI HUKUM ISLAM TERHADAP TATA HUKUM DI INDONESIA
Menurut Ismail Suny, kedudukan hukum Islam pada masa Hindia Belanda dibagi menjadi dua periode yaitu: Periode penerimaan hukum Islam sepenuhnya dan Periode penerimaan hukum Islam dan hukum adat.
Periode penerimaan hukum Islam sepenuhnya, berlangsung pada masa dianutnya teori Receptio In Complexu, dengan memberlakukan hukum Islam secara penuh terhadap orang Islam, karena mereka telah memeluk agama Islam. Sedangkan periode penerimaan hukum Islam oleh hukum adat berlangsung pada masa dianutnya teori Receptie yang memberlakukan hukum Islam terhadap orang Islam, apabila hukum Islam itu telah dikehendaki dan diterima serta menjadi hukum adat mereka. Selanjutnya setelah Indonesia merdeka, kedudukan hukum Islam dalam ketatanegaraan Indonesia dibagi menjadi dua periode, yaitu penerimaan hukum Islam sebagai sumber persuasif atau Persuasive Source dan penerimaan hukum Islam sebagai sumber otoritatif atau Authoritative Source.
Hukum Islam sebagai sumber persuasif yang dalam hukum konstitusi disebut dengan persuasive source. Yakni bahwa suatu sumber hukum baru dapat diterima hanya setelah diyakini. Hukum Islam sebagai sumber otoritatif, yang dalam hukum konstitusi dikenal dengan Authoritative Source, yakni sebagai sumber hukum yang langsung memiliki kekuatan hukum.
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Teori-teori Hukum Islam di Indonesia terdiri dari :
Teori Reception In Complexu
Teori Receptio in Complexu ini, dipelopori oleh Lodewijk Willem Christian van den Berg tahun 1845-1925. Teori Receptio In Complexu menyatakan bahwa bagi setiap penduduk berlaku hukum agamanya masing-masing.
Teori Receptie
Teori Receptie dipelopori oleh Christian Snouck Hurgronje dan Cornelis van Volenhoven pada tahun 1857-1936. Teori ini dijadikan alat oleh Snouck Hurgronye agar orang-orang pribumi jangan sampai kuat memegang ajaran Islam dan hukum Islam.
Teori Receptie Exit
Teori Receptie Exit diperkenalkan oleh Prof. Dr. Hazairin, S.H. Menurutnya setelah Indonesia merdeka, tepatnya setelah Proklamasi Kemerdekaan Indonesia dan Undang-Undang Dasar 1945 dijadikan Undang-Undang Negara Republik Indonesia, semua peraturan perundang-undangan Hindia Belanda yang berdasarkan teori Receptie bertentangan dengan jiwa UUD 1945. Dengan demikian, teori Receptie itu harus exit alias keluar dari tata hukum Indonesia merdeka.
Teori Receptie A Contrario
Teori Receptie Exit yang diperkenalkan oleh Hazairin dikembangkan oleh Sayuti Thalib, S.H. dengan memperkenalkan Teori Receptie A Contrario. Teori Receptie A Contrario yang secara harfiah berarti lawan dari Teori Receptie menyatakan bahwa hukum adat berlaku bagi orang Islam kalau hukum adat itu tidak bertentangan dengan agama Islam dan hukum Islam.
Teori Eksistensi
Menurut Ichtijanto S.A, muncullah teori Eksistensi. Teori Eksistensi adalah teori yang menerangkan adanya hukum Islam dan hukum Nasional Indonesia.
Pengaruh Hukum Islam terhadap hukum di Indonesia: Periode penerimaan hukum Islam sepenuhnya, berlangsung pada masa dianutnya teori Receptio In Complexu, dengan memberlakukan hukum Islam secara penuh terhadap orang Islam, karena mereka telah memeluk agama Islam. Sedangkan periode penerimaan hukum Islam oleh hukum adat berlangsung pada masa dianutnya teori Receptie yang memberlakukan hukum Islam terhadap orang Islam, apabila hukum Islam itu telah dikehendaki dan diterima serta menjadi hukum adat mereka. Selanjutnya setelah Indonesia merdeka, kedudukan hukum Islam dalam ketatanegaraan Indonesia dibagi menjadi dua periode, yaitu penerimaan hukum Islam sebagai sumber persuasif atau Persuasive Source dan penerimaan hukum Islam sebagai sumber otoritatif atau Authoritative Source.
Saran
Di harapkan Setelah membaca makalah ini pembaca dapat mengerti dengan apa telah di paparkan dalam makalah ini,dan semoga dapat di terapkan dalam kehidupan sehari – hari.
DAFTAR PUSTAKA
Al-Maraghi, Ahmad Mustafa. TT. Tafsir al-Maraghi, Juz I. Beirut: Dar al-Fikr.
Daud Ali Mohammad. 1999. Hukum Islam Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Islam di Indonesia. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.
Fatah, Syekh Abdul. 1990. Tarikh al-Tasyri al-Islam. Kairo: Dar al-Ittihad al’Arabi.
Hamka. 1976. Sejarah Umat Islam. Jakarta: Bulan Bintang.
Mansyur. 1991. Sejarah Minangkabau. Jakarta: Bhara.
Ridla, Muhammad Rasyid. TT. Tafsir al-Manar, Juz I. Bairut: Dar al-Fikr.
Suepomo. 1977. Bab-Bab Tentang Hukum Adat. Jakarta: Pradnya Paramita.
Yamanni, Ahmad Zaki. 1388 H. Islamic Law and Contemporary Issues. Jeddah: The Saudi Publishing House.